Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rentang waktu 3 bulan terakhir, Bank Indonesia (BI) secara bertahap melakukan penurunan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 75 basis poin (bps) dari 6% menjadi 5,25 %.
Diambil dari siaran pers BI September lalu, kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat.
Baca Juga: Tips menyusun portofolio saat saham genting dari Infovesta Utama
Kebijakan penurunan suku bunga yang dilakukan oleh BI juga diikuti oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menurunkan suku bunga penjaminan simpanan rupiah pada bank umum sebesar 0,25% menjadi 6,50%. Pada akhirnya, kondisi tersebut tentunya akan berdampak terhadap imbal hasil yang diterima oleh nasabah.
Marsangap P. Tamba, Direktur Utama PT Danareksa Investment Management (DIM) mengatakan pasar obligasi mendapat berkah tersendiri dengan tren penurunan suku bunga yang terjadi saat ini, khususnya obligasi pemerintah.
Berdasarkan infovesta.com per akhir September 2019, dalam kurun waktu 3 bulan, infovesta government bond index mencatatkan kenaikan sebesar 1,79% mengalahkan kinerja dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dalam periode yang sama memberikan kinerja -2,98 %.
“Kami melihat sampai dengan akhir tahun 2019, pasar masih akan di penuhi oleh volatilitas yang tinggi karena isu perang dagang yang belum mereda serta kebijakan suku bunga rendah dari bank sentral guna menetralkan efek negatif dari perang dagang,” ujar Marsangap dalam keterangannya, Rabu (23/10).
Baca Juga: Manajer investasi belum melirik ORI sebagai aset reksadana terproteksi
Konsensus memperkirakan mayoritas bank sentral, seperti Amerika Serikat, Eropa dan juga negara lain akan kembali melakukan 1 kali penurunan suku bunga acuan di sisa tahun 2019. Sementara Bank Indonesia diperkirakan juga akan melakukan langkah serupa mengingat nilai tukar mata uang Rupiah yang stabil.
“Dengan melihat kondisi sebagaimana tersebut di atas, investasi pada reksadana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi yang tepat. DIM memiliki 2 reksadana pendapatan tetap unggulan yang dapat menjadi pilihan bagi investor untuk melakukan investasi, yaitu Danareksa Melati Pendapatan Utama dan Danareksa Melati Premium Dollar,” katanya.
Danareksa Melati Pendapatan Utama merupakan reksadana pendapatan tetap berdenominasi Rupiah yang memiliki strategi berinvestasi pada obligasi pemerintah dan/atau obligasi korporasi dengan rating minimal A.
Sementara Danareksa Melati Premium Dollar merupakan reksadana pendapatan tetap berdenominasi dollar Amerika Serikat yang memiliki strategi berinvestasi fokus pada obligasi pemerintah berdenominasi dollar Amerika Serikat.
Baca Juga: Meski makin tumbuh, pasar ETF masih dalam tahap awal
Dengan pengelolaan aktif yang dilakukan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi ekonomi maupun kondisi pasar obligasi, Danareksa Melati Pendapatan Utama dan Danareksa Melati Premium Dollar mampu secara konsisten memberikan imbal hasil optimal bagi investor.
Berdasarkan data infovesta per tanggal 30 September 2019, Danareksa Melati Pendapatan Utama memberikan imbal hasil 1 tahun sebesar 16,71 % unggul atas tolok ukurnya infovesta fixed income fund index (rata-rata kinerja Reksa Dana Pendapatan Tetap) yang memberikan imbal hasil sebesar 8,92 %.
Di sisi lain dalam kurun waktu yang sama, Danareksa Melati Premium Dollar membukukan kinerja 10,82 % jauh di atas benchmark-nya (rata-rata suku bunga 3 bulan Bank BUMN) yang hanya membukukan kinerja 1,26 %.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News