kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

Kebijakan BMAD Stainless Steel dari China Bakal Berdampak Negatif ke Emiten Nikel


Minggu, 06 Juli 2025 / 17:38 WIB
Kebijakan BMAD Stainless Steel dari China Bakal Berdampak Negatif ke Emiten Nikel
ILUSTRASI. Analis memberikan rekomendasi saham dan proyeksi kinerja emiten nikel yang bakal terdampak kebijakan BMAD stainless steel dari China


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan yang dihadapi emiten produsen nikel semakin berat. Di tengah harga komoditas yang cenderung melemah, emiten di sektor ini berpotensi terpapar oleh dampak kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) baja nirkarat (stainless steel) yang diberlakukan China.

Seperti yang diketahui, awal Juli 2025 Pemerintah China menerapkan tarif BMAD baja nirkarat asal Indonesia sebesar 20,2% untuk lima tahun ke depan. Baja nirkarat yang diekspor ke China memiliki bahan baku beberapa produk olahan nikel seperti feronikel (FeNi), nickel pig iron (NPI), dan nickel matte.

Produk-produk ini dihasilkan oleh smelter berbasis Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang cukup mendominasi di Indonesia.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, kebijakan BMAD baja nirkarat bakal memengaruhi kelangsungan usaha emiten-emiten nikel terutama yang memiliki fasilitas smelter RKEF seperti PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Kebijakan tersebut berisiko membuat harga nikel terkoreksi dan volume ekspor juga menyusut.

Di lain pihak, emiten nikel yang belum memiliki smelter juga berpotensi ikut kena getahnya. Di samping terdampak dari sisi penurunan harga jual komoditas, produk mereka juga terancam sulit diserap pasar terutama jika pengelola smelter mengurangi produksi akibat kebijakan tersebut.

Baca Juga: Proyeksi Kinerja Harita Nickel (NCKL) di Tengah Pelemahan Harga Nikel

“Daya saing produk olahan Indonesia juga tergerus karena beban tarif tambahan tersebut yang berisiko menghambat ekspansi ke pasar China sebagai konsumen terbesar,” ujar dia, Jumat (4/7).

Sementara menurut Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila, pengenaan BMAD baja nirkarat berpotensi membuat volume ekspor produk tersebut berkurang. Dari situ, terdapat kekhawatiran adanya kelebihan pasokan nikel di Indonesia dalam jangka pendek, lantaran produk tersebut tidak mampu diserap oleh industri baja nirkarat.

Dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau emiten-emiten nikel harus memperkuat strategi efisiensi operasional. Opsi untuk mencari pasar ekspor baru dapat ditempuh oleh emiten produsen nikel.

“Emiten juga bisa fokus pada proyek nikel sulfat untuk baterai kendaraan listrik,” imbuh dia, Sabtu (5/7).

Secara makro, penting bagi Indonesia untuk memperkuat strategi hilirisasi mineral dalam negeri untuk menahan dampak negatif kebijakan proteksi dari negara lain.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah diversifikasi pasar ekspor misalnya menyasar kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara Asia lainnya. Upaya mendorong transformasi industri domestik dari baja nirkarat ke arah produk jadi bernilai tambah juga perlu dilakukan.

Tak hanya itu, Ekky menyebut, pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan opsi negosiasi ulang dengan otoritas China bila diperlukan. Hal ini guna melindungi keberlanjutan ekspor nasional.

Di luar kebijakan BMAD, emiten produsen nikel masih dibayangi oleh sentimen negatif berupa tren harga nikel yang melemah dalam beberapa tahun terakhir. Pelemahan ini akibat kombinasi faktor kelebihan pasokan dan penurunan permintaan dari China. 

Baca Juga: Bidik Penjualan 3,4juta Ton Nikel, Central Omega Resources (DKFT) Bakal Akuisisi IUP

Namun demikian, dalam jangka panjang emiten nikel tetap memiliki peluang pertumbuhan kinerja yang kuat. Hal ini didukung oleh permintaan nikel dari industri kendaraan listrik yang diprediksi terus meningkat pada masa depan.

“Jika tekanan geopolitik global mereda dan hilirisasi domestik semakin progresif, maka peluang pemulihan harga dan permintaan nikel tetap terbuka,” tutur Ekky.

Dia menambahkan, secara teknikal saham INCO masih cukup menarik untuk diakumulasi investor, terutama dalam momentum saat ini. Saham INCO ditargetkan bergerak ke arah level Rp 4.350 per saham. Untuk opsi saham lapis kedua (second liner), ada PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) yang menunjukkan tren strong bullish dengan target harga di kisaran Rp 500— Rp 530 per saham. 

Walau begitu, mengingat volatilitas harga komoditas cukup tinggi, strategi disiplin cut loss sangat penting jika tren harga saham kembali melemah.

 

Berbeda dengan Ekky, Indy merekomendasi beli saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga Rp 3.500 per saham.

Peluang pemulihan harga nikel cukup terbuka sejalan dengan meningkatnya kebutuhan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Namun, risiko ketidakpastian kondisi geopolitik global dan kelebihan pasokan dapat menghambat kinerja emiten nikel.

Selanjutnya: Peringatan Dini Cuaca Besok 7-8 Juli, Siaga Hujan Lebat di Provinsi Ini

Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 7-8 Juli, Siaga Hujan Lebat di Provinsi Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×