Reporter: Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kinerja reksadana berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) kurang begitu memuaskan. Padahal, nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) sedang menguat terhadap rupiah.
Tekanan inflasi tinggi saat ini membuat pergerakan pasar saham dan obligasi cukup volatil. Ini ikut meningkatkan risiko investasi, termasuk pada instrumen reksadana berdenominasi dollar AS.
Parto Kawito, Direktur PT Infovesta Utama melihat, dengan kondisi seperti itu, sekarang bukan waktu yang tepat bagi investor untuk masuk ke reksadana dollar. Jika tetap ingin mengenggam reksadana jenis ini, Parto menyarankan untuk memilik reksadana dollar pendapatan tetap.
Sebab, reksadana dollar pendapatan tetap memiliki risiko lebih rendah ketimbang reksadana dollar saham atau campuran. "Instrumen ini juga lebih cocok untuk investor dengan horizon investasi dua tahun ke atas," ujar Parto, kemarin (16/7).
Direktur Panin Asset Management, Ridwan Soetedja mengatakan, kinerja reksadana dollar saat ini agak terganggu akibat harga obligasi dollar AS yang jatuh. Panin memiliki satu produk reksadana campuran dollar AS bertajuk Panin Dana US Dollar. Aset dasar produk ini sekitar 65%-75% di obligasi dollar dan 5%-35% di saham.
Untuk hedging
Oleh karena itu, ketika harga obligasi dollar AS tidak memiliki performa yang baik, kinerja reksadana dollar AS milik Panin ikut terimbas. Berdasarkan data PT Infovesta Utama, yield Panin Dana US Dollar sepanjang Juni 2013 minus 5,28%. Sementara, yield produk ini di semester-I 2013 juga tercatat minus 6,25%.
Secara umum, kinerja reksadana dollar AS pada paruh pertama tahun ini memang kurang menggembirakan. Dari 17 produk reksadana dollar AS yang beredar saat ini, hanya tiga produk yang mencetak yield positif di semester-I 2013, yaitu reksadana campuran First State Indonesian USD Balanced Plus Fund milik PT First State Investments Indonesia dengan yield 2,25%.
Selain itu, reksadana dollar pendapatan tetap PT Sinarmas Asset Management berlabel Danamas Dollar dengan yield 2,53%. Pada reksadana dollar saham, produk Manulife Greater Indonesia Fund milik PT Manulife Aset Manajemen Indonesia mencetak yield paling tinggi di semester-I 2013 mencapai 10,86%. Namun, yield produk ini sepanjang Juni minus 7,27%.
Sementara, reksadana dollar pendapatan tetap milik PT Schroder Investment Management bertajuk Schroder USD Bond Fund menorehkan yield minus 4,43% di semester-I 2013. Berdasarkan fund fact sheet Juni 2013 milik Schroder, produk ini menempatkan dana kelolaan sebesar 90,59% pada obligasi dollar AS. Pengelola dana ini mengalokasikan sisanya di kas.
Parto menilai, prospek reksadana dollar masih baik. Hal ini tak lepas dari kondisi ekonomi AS yang membaik. Menurut dia, kepemilikan reksadana dollar AS cocok bagi investor dengan kebutuhan dollar. Selain itu, investor dengan tujuan diversifikasi portofolio dapat masuk ke reksadana jenis ini. "Reksadana dollar ini bisa juga untuk hedging," tutur Parto .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News