Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten masih ramai menggelar aksi penerbitan obligasi dan sukuk ijarah. Sejumlah perusahaan getol menjaring pendanaan demi memuluskan rencana ekspansi bisnis maupun untuk keperluan refinancing utang.
Menjelang periode akhir tahun 2023, sederet emiten dari lintas sektor menyiapkan penerbitan obligasi maupun sukuk ijarah. Contohnya PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) yang akan menerbitkan obligasi berkelanjutan tahap I tahun 2023 dengan jumlah pokok hingga US$ 150 juta atau sekitar Rp 2,32 triliun.
Emiten kertas Grup Sinarmas ini akan memakai dana yang dapat untuk menggelar ekspansi pabrik. Obligasi tersebut merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Dolar Amerika Serikat I dengan target untuk menghimpun dana US$ 300 juta.
Dari sektor properti, ada PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang akan menerbitkan obligasi berkelanjutan IV tahap II tahun 2023 sebesar Rp 900 miliar. SMRA akan memakai mayoritas dana tersebut untuk pengembangan usaha propertinya.
Baca Juga: Window Dressing Diramal Terjadi Tahun Ini, Simak Saham Rekomendasi Analis
Selanjutnya, ada PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) akan menerbitkan sukuk ijarah berkelanjutan I tahap II tahun 2023 sebesar Rp 425 miliar. Emiten menara telekomunikasi dan jaringan fiber optik ini akan memakai dana tersebut untuk refinancing dan kebutuhan belanja modal.
Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) akan menerbitkan obligasi berwawasan lingkungan alias green bond berkelanjutan I tahap II tahun 2023 senilai Rp 6 triliun. Dana itu akan dipakai untuk pembiayaan maupun membiayai kembali kegiatan usaha berwawasan lingkungan serta sebagai modal kerja.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mencatat penerbitan obligasi dan sukuk baru pada tahun berjalan 2023 ini sudah mencapai sekitar Rp 86 triliun. Nico memprediksi penerbitan obligasi dan sukuk masih akan ramai di sisa tahun 2023.
Pasalnya, jumlah seri yang jatuh tempo pada tahun ini mencapai sekitar Rp 120 triliun. Secara historis, Nico mengamati dalam lima tahun terakhir jumlah penerbitan obligasi dan sukuk baru mencapai sekitar 1 - 1,25 kali dari total obligasi yang jatuh tempo pada tahun yang sama.
"Maka ada potensi jumlah penerbitan baru akan bisa menyamai jumlah jatuh tempo di tahun ini seiring adanya kebutuhan refinancing," kata Nico saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (26/9).
Menurut Nico, penerbitan obligasi maupun sukuk masih lebih menarik dibandingkan instrumen pendanaan lainnya seperti pinjaman ke bank. Hal ini mempertimbangkan diversifikasi jangka jatuh tempo yang punya pilihan waktu lebih panjang untuk pelunasan dibanding dengan meminjam ke bank.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menambahkan, penerbitan obligasi merupakan langkah yang lebih konservatif dibandingkan dengan utang ke bank. Dengan tingkat suku bunga yang tetap, emiten akan lebih mudah dalam mengelola cash flow.
Dibandingkan utang bank, dimana ada yang tingkat bunganya bisa berubah mengikuti suku bunga acuan.
Baca Juga: Didorong Operasional & Efisiensi Biaya, Cermati Rekomendasi Indo Tambangraya (ITMG)
"Penerbitan obligasi juga dapat meningkatkan kepercayaan investor apalagi jika credit rating-nya bagus," imbuh Pandhu.
Analis Aldiracita Sekuritas Timothy Gracianov menimpali, di tengah posisi suku bunga acuan yang belum melandai, penerbitan obligasi masih lebih menarik. Apalagi dengan nada The Fed yang masih hawkish untuk kembali mengerek suku bunga acuan.
Sinyal hawkish dari The Fed bisa berdampak pada kebijakan suku bunga di negara lainnya, termasuk Indonesia.
"Selain mungkin rate pembiayaan yang lebih menarik, strategi ini (penerbitan obligasi) juga mengizinkan pihak lain yang tertarik untuk mendukung ekspansi bisnis perusahaan," ungkap Timothy.
Kondusif untuk Ekspansi
Dari sisi kondisi ekonomi, Pandhu mengamini sejauh ini Indonesia masih cukup kondusif dengan pertumbuhan yang ditaksir bisa bertahan di atas level 5%. Hal ini membuka ruang bagi para emiten untuk mengeksekusi rencana ekspansi bisnisnya.
Pandhu memandang pelaku pasar umumnya akan merespons positif aksi emiten yang menerbitkan obligasi dan sukuk untuk kepentingan ekspansi. Langkah ini dinilai akan meningkatkan kapasitas produksi dan dapat menjangkau konsumen yang lebih luas.
Dengan begitu, kinerja keuangan emiten diharapkan terdongkrak dan memiliki value yang lebih besar. Pandhu mencontohkan respons positif pasar terhadap penerbitan obligasi INKP yang turut mendorong penguatan harga sahamnya.
Di samping itu, Pandhu menyoroti penerbitan green bonds yang ditujukan untuk mendukung percepatan pengembangan bisnis atau proyek berbasis Environmental, Social & Governance (ESG). Termasuk bisnis energi terbarukan, pertanian berkelanjutan maupun kendaraan listrik.
"Inline dengan komitmen global untuk menciptakan iklim yang lebih sehat. Bisa kita lihat belakangan ini, pengembangan proyek berbasis ESG juga sangat didukung oleh pemerintah," kata Pandhu.
Nico melanjutkan, green bonds bisa menjadi seri yang menarik jika investor ingin memperluas diversifikasi portofolio dengan risiko rendah. Sehingga seri green bonds dinilai cocok untuk investor yang memiliki risiko lebih konservatif atau moderat.
"Bagi emitennya, seperti BBRI dikenal dengan komitmen mengembangkan suistanable bond, jadi ini akan meningkatkan branding mereka," ujar Nico.
Dari sederet emiten yang tahun ini menerbitkan obligasi maupun sukuk, Nico menilai BBRI dan INKP menjadi saham yang paling menarik dikoleksi. Sementara Pandhu menjagokan saham INKP yang akan memakai dana obligasi untuk membangun pabrik baru.
Apalagi, secara valuasi INKP masih cukup menarik dengan PE sekitar 8 kali dan PBV 0,7 kali. Secara teknikal, INKP juga terbilang berada dalam tren penguatan dengan target harga ke level Rp 13.350.
Timothy mengingatkan dampak penerbitan obligasi maupun sukuk terhadap emiten akan bervariasi, tergantung dari prospek usaha dan risiko likuiditas yang ditanggungnya. Untuk emiten yang menerbitkan tahun ini, dia memilih saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga hingga Rp 4.230.
Sedangkan Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo menyematkan rekomendasi buy on weakness untuk saham SMRA, PT Global Mediacom Tbk (BMTR) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Hitungan William, BMTR layak koleksi dengan mencermati support di Rp 262 dan resistance Rp 330.
Sedangkan support SMRA ada di Rp 525 dan resistance pada Rp 700. Untuk saham TPIA, support ada di Rp 2.200 dan resistance Rp 2.760. Selain itu, William menyarankan buy INKP dengan support Rp 10.000 dan resistance pada level Rp 13.300.
William bilang, ramainya emiten menerbitkan obligasi maupun sukuk menunjukkan proyeksi kondisi ekonomi Indonesia yang masih stabil dan kondusif.
"Hal ini juga menunjukkan secara business confidence para emiten tetap yakin pertumbuhan perusahaan di tahun-tahun mendatang," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News