Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah disrupsi e-commerce mendobrak industri ritel, belakangan muncul tren baru belanja online lewat chat dan social commerce. Dengan kemudahan akses dan jangkauan yang luas, transaksi chat dan social commerce digadang-gadang bakal terus tumbuh.
Metode belanja ini semakin naik daun dengan difasilitasi oleh platform aplikasi chatting dan media sosial. Mulai dari Grup Meta (Facebook, WhatsApp, dan Instagram) hingga TikTok Shop yang kian digandrungi.
Analis Panin Sekuritas, Andhika Audrey memprediksi chat dan social commerce tidak akan berdampak signifikan terhadap prospek dan kinerja emiten ritel, terutama yang memiliki dua kriteria berikut ini. Pertama, emiten ritel dengan segmen pasar menengah ke atas.
Emiten ritel dengan segmen tersebut memiliki pelanggan yang lebih loyal, sehingga membuat kinerja bisnis lebih stabil. Apalagi dengan berakhirnya masa pandemi covid-19, mobilitas masyarakat kembali normal dan konsumen cenderung memilih pengalaman belanja langsung ke gerai.
Andhika mencontohkan emiten yang masuk ke dalam kategori ini di antaranya ada PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES). "Emiten segmen mid-high punya pelanggan yang cenderung loyal sehingga (kinerja) bisa lebih stabil," kata Andhika kepada Kontan.co.id, Rabu (12/7).
Baca Juga: Dongkrak Penjualan, Emiten Ritel Diprediksi Melirik Tren Chat Commerce
Ceritanya bisa berbeda terhadap emiten yang punya segmen menengah ke bawah (mid-low). Sebab, kinerjanya akan lebih rawan terdampak daya beli masyarakat. "Penjualan barang ritel di Platform e-commerce bahkan chat commerce itu lebih murah dengan kualitas yang dapat disandingkan dengan barang ritel toko offline," imbu Andhika.
Kriteria kedua yang punya daya tahan terhadap gempuran chat dan social commerce adalah emiten perdagangan eceran (grocery) barang konsumen sehari-hari. Apalagi yang punya ekosistem solid, seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT).
Dengan jaringan gerai ritel Alfamart yang luas, AMRT menawarkan produk atau Stock Keeping Unit (SKU) yang beragam dan dibutuhkan masyarakat. "AMRT jangkauan lebih luas dan dengan SKU yang lebih beragam membuat masyarakat tampak susah beralih," imbuh Andhika.
Dihubungi terpisah, Corporate Secretary PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), Suantopo Po mengamini gempuran chat dan social e-commerce tidak berdampak signifikan bagi anak usaha AMRT pengelola jaringan Alfamidi tersebut. Apalagi, kontribusi penjualan online untuk barang kebutuhan sehari-hari juga belum dominan.
"Konsumen masih lebih pilih untuk ke toko fisik. (Penjualan online) hanya sebagai pelengkap saja seandainya ada konsumen yang butuh mendadak tetapi enggan ke luar rumah," ungkap Suantopo.
Andhika menimpali, pada umumnya kinerja emiten ritel masih prospektif untuk tahun ini. Tampak dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Juni yang ada di level 127,1 atau masih dalam zona optimis di atas level 100.
Memang, IKK Juni menurun dibandingkan IKK Mei yang ada di level 128,3. Namun Andhika melihat itu sebagai koreksi yang wajar sebagai normalisasi saat terjadi lonjakan konsumsi pada momentum Idul Fitri.
Catatan Andhika, fenomena lonjakan transaksi via chat dan social commerce selayaknya menjadi sinyal bagi emiten ritel untuk beradaptasi memperkuat saluran online. "Momentum bagi emiten ritel untuk dapat mengembangkan sistem omnichannel-nya, seperti pembaharuan rantai pasok," imbuh Andhika.
Sebagai pilihan investasi di antara saham emiten ritel, Andhika merekomendasikan buy saham MAPI, ERAA dan AMRT. Target harga masing-masing berada di level Rp 2.100, Rp 630 dan Rp 3.100 per saham.
Baca Juga: Terdongkrak Rotasi Sektor, Berikut Rekomendasi Saham Konsumen Non-Primer
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News