Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) melanjutkan tradisi emiten Keluarga Bakrie dalam menyiasati tanggungan utang. Caranya tidak lain melunasi utang lama dengan pinjaman baru alias refinancing.
Skema ini akan dilakukan atas fasilitas dari ND Owen yang diperoleh anak ENRG, EMP International (BVI) Ltd (EIBL) pada 20 Desember 2011. Kala itu, EIBL meraih fasilitas senior senilai US$ 228,87 juta dari ND Owen.
Dana tersebut digunakan oleh EIBL untuk mengakuisisi 100% saham CNOOC ONWJ Ltd dari CNOOC Southeast Asia Limited. Per 30 September 2013, saldo utang ENRG kepada ND Owen tercatat US$ 233,94 juta.
"Jika ditambah bunga, total refinancing utang ND Owen sekitar US$ 265 juta," kata Didit A Rata, Direktur Keuangan ENRG, Rabu (11/12). Utang ND Owen sejatinya baru akan jatuh tempo pada 21 Desember 2014.
Namun, ENRG memutuskan untuk merefinancing sekarang lantaran mahalnya pinjaman tersebut. Fasilitas ND Owen memang memiliki bunga yang sangat mahal yaitu 17% di tahun pertama dan 20% untuk tahun berikutnya.
Skema gali lubang tutup lubang bisa terwujud lantaran ENRG meraih dua fasilitas utang senilai total US$ 293 juta dalam kurun waktu seminggu ini. Rabu (11/12) kemarin, ENRG meraih fasilitas pinjaman sindikasi US$ 203 juta yang difasilitasi oleh Bank of America Merrill Lynch, Bank of India dan Intesa Sanpaolo SpA.
Fasilitas utang itu memiliki jangka waktu 5 tahun dengan suku bunga LIBOR plus 6% per tahun. Utang ini melengkapi fasilitas senilai US$ 90 juta yang diterima ENRG pada 5 Desember 2013 lalu.
Kreditur utang tersebut adalah Bank of New York Mellon cabang Singapura. ENRG menjaminkan seluruh saham di dua anak usaha, PT Tunas Harapan Perkasa dan PT Imbang Tata Alam untuk mendapatkan fasilitas 5 Desember.
Jaminan lain utang itu adalah hak tagih yang dimiliki anak ENRG dari hasil penjualan minyak dan gas (migas). "Dengan skema refinancing ini, kami bisa menghemat beban bunga hingga US$ 26 juta per tahun mulai 2014," imbuh Imam P Agustino, Presiden Direktur ENRG.
Per 30 September 2013, beban keuangan ENRG memang terbilang tinggi, yakni US$ 73,1 juta. Maklum saja total liabilitas ENRG di periode yang sama mencapai US$ 1,27 miliar.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menilai, skema refinancing tidak cukup mendongkrak daya tarik ENRG di mata investor. Sebab, skema tersebut tidak membuat tanggungan utang ENRG berkurang.
Kondisi ini lebih dicemaskan investor ketimbang melirik sisi positif yang ditawarkan manajemen atas penghematan beban bunga ENRG. "Akan lebih baik jika ENRG mengurangi utang dari penghasilan operasional," terang Satrio.
Penilaian ini tercermin dari anjloknya harga saham ENRG dalam dua hari terakhir. Pada penutupan Rabu (11/12), harga ENRG ditutup turun 2,86% menjadi Rp 68 per saham. Jika dicermati, kinerja operasional dan keuangan ENRG sebenarnya tumbuh lumayan tinggi.
Di sembilan bulan 2013, ENRG meraih pertumbuhan penjualan 32,76% year-on-year (yoy) menjadi US$ 576,96 juta. Laba bersih ENRG di periode sama bahkan melompat 907,7% yoy menjadi US$ 214,23 juta.
Dari sisi produksi migas, ENRG memang sudah berhasil mencapai 49.000 barel ekuivalen per hari di Januari-September 2013. Tapi, kenaikan laba yang sangat tinggi banyak didorong juga oleh penjualan Blok Masela kepada INPEX dan Shell.
Keuntungan yang diraih ENRG dari penjualan Masela mencapai US$ 163,68 juta. ENRG ingin kembali mendorong pertumbuhan produksi. Kata Imam, ENRG menargetkan bisa memproduksi 65.000-70.000 barel minyak per hari di tahun depan.
Untuk itu, ENRG menyiapkan belanja modal senilai US$ 270 juta yang akan ditutupi dari kas internal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News