Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Performa batubara kian prima. Kenaikan harga masih terus berlanjut pertahankan level tertingginya sejak 2014 silam.
Mengutip Bloomberg, Rabu (27/7) harga batubara kontrak pengiriman Agustus 2016 di ICE Futures Exchange terbang 1,84% di level US$ 66,40 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.
Kenaikan harga saat ini terbantu oleh hujan deras yang mengganggu produksi batubara di Indonesia. Padahal seperti yang diketahui, Indonesia merupakan penyumbang ekspor batubara kedua terbesar di dunia. Katalis lainnya yang mendukung laju harga adalah upaya China untuk mengurangi aktivitas tambang batubara mengakibatkan impor naik untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Hanya saja ke depannya analis menduga peluang koreksi harga batubara terbuka lebar. Pertama karena masih tingginya pasokan batubara global yang datang dari AS, Indonesia, Kolombia dan Rusia akan membanjiri pasar yang tengah didera penyempitan permintaan.
Menurut International Energy Agency, suplai batubara ke Eropa akan membludak menyebabkan lonjakan pasokan. Pasalnya, uni Eropa sepakat untuk menerapkan kebijakan yang berkontribusi pada pengurangan penggunaan batubara di Eropa hingga 14% hingga 2020 nanti.
“Rally harga akan segera berakhir segera setelah pasar kembali sadar bahwa permintaan sangat rendah saat ini,” ujar Thomas Pugh, Analyst Capital Economics di London seperti dikutip dari Bloomberg. Dugaannya harga akan turun ke level US$ 50 per metrik ton lagi di 2017 mendatang.
Senada, tujuh trader dan analis dari Survey Bloomberg memprediksi harga akan jatuh lagi ke level US$ 54 per metrik ton di akhir tahun 2016. Pasalnya, beberapa institusi besar seperti JPMorgan Chase & Co., Bank of America Corp., dan Citigroup Inc sudah menarik dukungannya terhadap pengadaan proyek tambang batubara baru. Hal ini dalam rangka memberikan dukungan untuk penggunaan energy terbarukan yang ramah lingkungan.
“Pasar masih kaget dengan raihan kenaikan harga saat ini, keterkejutan ini sedang berlangsung di pasar global dalam jangka pendek,” ujar Guillame Perret, Director of Perret Associates. Hanya saja jika berkaca dari data terbaru, beban harga batubara memang kembali membengkak.
China mencatatkan pemangkasan produksi hingga 9,7% dalam enam bulan pertama di 2016. Seharusnya ini jadi katalis positif, hanya saja ekspor Indonesia yang turun tajam malah mengindikasikan keringnya permintaan global. Tercatat di paruh pertama 2016, ekspor Indonesia turun 32% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kenyataan bahwa tidak ada perbaikan permintaan akan terus membayangi kenaikan harga batubara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News