Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Desember 2019, masih ada sekitar 32 calon emiten yang masuk dalam pipeline Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mencatatkan saham perdana di tahun ini. Terakhir kali, PT Asia Sejahtera Mina Tbk (AGAR) resmi melantai di BEI, Senin (2/12).
Rabu (3/12), bertambah lagi calon amiten yang mengantre untuk initial public offering (IPO). Adalah PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk yang telah didaftarkan ke dalam penitipan kolektif Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sehingga jumlah calon emiten yang bersiap untuk melantai di bursa saham kini berjumlah 33 perusahaan.
Calon emiten ini datang dari berbagai macam sektoral, mulai dari properti dan real estate, aneka industri, industri dasar dan kimia, keuangan, barang konsumsi hingga pertambangan.
Baca Juga: Sejumlah perusahaan menunda IPO di BEI, ini penyebabnya menurut analis
Dari sektor properti dan real estate, sebut saja PT Repower Asia Indonesia. Calon emiten ini sedang masuk masa penawaran umum. Saham yang akan dilepas dalam Initial Public Offering (IPO) adalah sebanyak 2,5 miliar saham.
Ada pula PT Ifishdeco Tbk (IFSH) yang saat ini tengah masuk masa penjatahan. Emiten pertambangan nikel ini menawarkan 425 juta lembar saham baru dengan harga penawaran Rp 440 per saham.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, selain prospektus, investor harus memerhatikan beberapa aspek dari calon emiten.
Baca Juga: Dicari, IPO Emiten Saham dengan Nilai Emisi Jumbo
Salah satunya rekam jejak (track record) dari underwriter. Hal ini dapat dilihat dari rekam jejak saham-saham yang diantarkan untuk IPO apa mengalami kenaikan yang stabil atau tidak.
“Jika iya, maka diperkirakan saham-saham ini bisa mengalami hal yang sama,” ujar William kepada Kontan.co.id, Selasa (2/12).
Sementara itu, dari sisi sektoral, William menilai, calon emiten dengan sektor consumers good dan pertambangan nikel masih memiliki psospek yang cukup baik.
Saham emiten tambang nikel dinilai diuntungkan akibat sentimen pengembangan mobil listrik. Sedangkan saham calon emiten consumers good merupakan saham yang defensif.
“Saham consumers good defensif karena konsumsi masih tinggi,” kata William.
Baca Juga: MRT Jakarta IPO dan Bagi Dividen Tahun 2022, Simak Strategi dan Proyeksi Bisnisnya
Sementara itu, Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Marolop Alfred Nainggolan mengatakan investor perlu memerhatikan size dan fundamental suatu perusahaan yang akan IPO.
Hingga tahun depan, ia menilai, sektor consumers good, sektor telekomunikasi, dan properti memiliki prospek yang cukup baik. “Tiga sektor ini masih cukup baik bagi perusahaan yang akan IPO,” ujar Alfred kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Banyak emiten menunda rencana IPO hingga BEI sepi emisi jumbo, ada apa?
William justru menilai sektor properti belum memiliki peluang untuk bangkit. “Belum ada peluang bagi properti untuk naik, kecuali hanya memanfaatkan kenaikan singkat di hari pertama listing,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News