Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Di kala pasar obligasi cenderung bullish, manajer investasi kerap menempatkan dana pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN).
Strategi ini juga diterapkan oleh PT Bahana TCW Investment Management alias Bahana TCW dalam mengelola reksadana pendapatan tetap Makara Prima.
Direktur Riset Bahana TCW Soni Wibowo menuturkan, perusahaan memang menggemari obligasi negara. Sebab, jenis efek surat utang ini bakal mendulang kenaikan harga (capital gain) lebih besar kala pasar obligasi menghijau.
Soni menjelaskan, sejak awal tahun 2016, pasar surat utang dalam negeri cenderung menanjak. Pemicunya, pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebanyak tiga kali dengan total nilai 75 bps menjadi 6,75%.
Pelonggaran kebijakan moneter tersebut merupakan imbas dari tren inflasi Indonesia yang rendah.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Tanah Air mengalami inflasi sebesar 0,4% untuk periode Januari 2016 - Mei 2016.
Mengacu fund fact sheet per 20 Mei 2016, mayoritas aset Makara Prima memang dialokasikan pada SBN yakni sebesar 79%. Sisanya obligasi korporasi 19% serta efek saham 2%.
Strategi tersebut sesuai dengan kebijakan investasi yang dipatok perusahaan. Bahana TCW memang leluasa memarkirkan dana Makara Prima pada instrumen surat utang 80% - 100%, saham 0% - 20% serta pasar uang 0% - 20%.
"Produk ini merupakan reksadana pendapatan tetap yang berinvestasi sebagian besar pada obligasi negara dengan strategi utamanya dynamic - play pada durasi obligasi dan memiliki sedikit eksposur pada efek saham," jelasnya.
Sehingga, lanjut Soni, Makara Prima sesuai bagi investor yang berprofil risiko konservatif - moderat.
Racikan ini terbukti berhasil. Secara year to date per 14 Juni 2016, Makara Prima telah mencetak imbal hasil (return) 8,61%, melebihi kinerja obligasi pemerintah yakni Infovesta Government Bond Index yang mencapai 7,57% periode sama.
Soni optimistis, sepanjang tahun 2016, Makara Prima tetap dapat mengungguli kinerja pasar SBN. Ia menerawang, pasar obligasi negara berpeluang menanjak. Imbal hasil obligasi Indonesia umumnya memang lebih atraktif ketimbang yield surat utang negara berkembang lainnya.
Katalis positif juga bersumber dari stabilitas nilai tukar rupiah di hadapan mata uang Negeri Paman Sam.
"Dengan inflasi yang rendah, masih ada ruang bagi BI rate untuk turun lagi," jelasnya.
Mengutip Infovesta Utama per 14 Juni 2016, Makara Prima telah diperdagangkan dengan nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) senilai Rp 2.246,91. Adapun per 20 Mei 2016, reksadana pendapatan tetap ini telah mendulang dana kelolaan sebesar Rp 372,94 milIar.
Nah, investor yang berminat mengoleksi reksadana ini dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 100 ribu.
Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 0,5% dan biaya penjualan maksimum 0,1%. Investor juga dikenakan biaya manajer investasi maksimal 2% per tahun serta biaya jasa kustodian maksimal 0,25% per tahun.
Produk yang telah meluncur sejak 4 November 2004 ini menggunakan bank kustodian PT Bank Maybank Indonesia Tbk.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo memaparkan, performa Makara Prima disokong oleh kinerja Surat Utang Negara (SUN) yang mendominasi portofolio.
Beben memproyeksikan, hingga akhir tahun 2016, pasar SBN berpeluang bullish. Namun, ada tantangan yang patut dicermati terkait rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed. Lalu kepastian peraturan pengampunan pajak. Serta realisasi pembangunan infrastruktur yang niscaya dapat mendongrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Beben memprediksi, sepanjang tahun 2016, rata-rata return reksadana pendapatan tetap yang tercermin pada Infovesta Fixed Income Fund Index akan mencapai 7% - 8%.
"Dengan menggunakan metode CAPM dan beta 1.3641 maka prediksi return Makara Prima di kisaran 8%-9%," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News