Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Tantangan luar negeri semisal perlambatan ekonomi dunia dan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed masih membayangi pasar domestik. Oleh karena itu, manajer investasi kerap membesarkan porsi instrumen pasar uang dalam produk reksadana campurannya.
Begitu pula strategi yang diterapkan oleh PT BNP Paribas Investment Partners alias BNPP IP dalam mengelola reksadana campuran BNP Paribas Integra.
Maya Kamdani, Head of Marketing BNPP IP berujar, perusahaan masih berhati-hati dalam mengendapkan dana pada efek saham yang notabene lebih fluktuatif. Sebab, berbagai volatilitas eksternal masih berpeluang menekan performa pasar dalam negeri.
Salah satunya, isu perlambatan ekonomi dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2016 dari semula 3,4% menjadi 3,2%.
Tren perlambatan ekonomi dunia terlihat sejak tahun 2015. Mulai dari penjualan aset berisiko secara mendadak, peningkatan kekhawatiran pasar, hingga merosotnya harga minyak dan komoditas.
Tantangan lainnya bersumber dari rencana kenaikan suku bunga The Fed sebanyak dua kali pada tahun 2016. "Kami melihat volatilitas masih ada di pasar. Makanya porsi instrumen pasar uang seperti time deposit dan kas cukup besar," jelasnya.
Mengacu fund fact sheet BNP Paribas Integra per Maret 2016, perusahaan menggemukkan porsi instrumen pasar uang menjadi 50,26% dari semula 48,46% pada Februari 2016. Sisa dana ditempatkan pada efek saham sebesar 42,1% serta obligasi 7,63%.
Strategi ini sesuai dengan kebijakan perusahaan. BNPP IP memang leluasa memarkirkan aset BNP Paribas Integra pada instrumen pasar uang 1% - 79%, obligasi 1% - 79% serta efek saham 1% - 79%.
Walhasil, secara year to date per 19 April 2016, BNP Paribas Integra mencetak imbal hasil 6,12%. Angka tersebut lebih rendah ketimbang rata-rata return reksadana campuran, tercermin pada Infovesta Balanced Fund Index yang mencapai 6,69% periode sama.
"Memang terjadi tren penurunan bunga deposito sejak Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga sebanyak tiga kali menjadi 6,75%," tukasnya.
Namun, lanjut Maya, jika volatilitas di pasar sudah menghilang, perusahaan berpotensi membesarkan porsi efek saham untuk menyokong return BNP Paribas Integra.
Oleh karena itu, Maya berharap, kinerja reksadana campuran tersebut sepanjang tahun 2016 bakal mengungguli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Kami akan berinvestasi pada perusahaan dengan prospek dan fundamental baik," imbuhnya.
Per 19 April 2016, BNP Paribas Integra diperdagangkan dengan nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) senilai Rp 1.049,92. Adapun per Maret 2016, reksadana campuran ini telah mengoleksi dana kelolaan sebesar Rp 43,77 miliar.
Produk tersebut meluncur di pasar sejak 2 April 2012. Nah, investor yang ingin menggenggam reksadana ini dapat melakukan pembelian awal minimum Rp 500.000.
Perusahaan mengutip biaya pembelian 0,75% - 2% per transaksi. Lalu biaya pengalihan maksimal 1% per transaksi. Kemudian terdapat biaya manajemen maksimal 2,5% per tahun serta biaya bank kustodian maksimal 0,2% per tahun. Reksadana campuran ini menggunakan bank kustodian Deutsche Bank AG.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo, kinerja BNP Paribas Integra secara ytd ditopang oleh efek saham BBTN dan BTPN. Beben berujar, performa produk ini memang masih lebih rendah ketimbang Infovesta Balanced Fund Index.
Sebab, perusahaan mengalokasikan dana pada efek saham PNBN, BNLI, serta NISP yang kurang optimal. "Ditambah porsi alokasi investasi pasar uang yang cukup besar," jelasnya.
Beben memproyeksikan, di waktu mendatang, kinerja BNP Paribas Integra akan sulit mengungguli Infovesta Balanced Fund Index. Faktor pendorongnya, porsi instrumen pasar uang yang relatif besar ketimbang efek saham. Apalagi lima besar efek sahamnya dihuni oleh saham-saham sektor perbankan.
"Sektor perbankan sedang menghadapi tantangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait tingkat suku bunga kredit yang menuju single digit," terangnya.
Beben berpendapat, net interest margin (NIM) terancam lebih rendah sehingga berpeluang membebani kinerja keuangan. Pergerakan saham di pasar juga bakal tertekan.
Proyeksi Beben, sepanjang tahun 2016, Infovesta Balanced Fund Index akan berkisar 9,3% - 11,6%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News