Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi PT Timah Tbk (TINS) berpeluang stagnan tahun ini. Perusahaan ini membidik kenaikan produksi bijih timah tak jauh dari target tahun 2017.
Sekretaris Perusahaan TINS Amin Haris Sugiarto menyatakan, perusahaan ini menargetkan produksi 35.500 ton bijih timah tahun ini. Sebagai perbandingan, tahun 2017, TINS memasang target produksi 35.000 ton bijih timah. Alhasil, target produksi itu hanya membidik kenaikan produksi sekitar 1,4% dari target produksi tahun 2017.
BUMN ini akan membuka tambang darat baru di Belitung dan penambangan laut Kepulauan Riau. “Di samping penemuan cadangan baru di Bangka Belitung,” katanya ke KONTAN, akhir pekan lalu.
TINS juga membangun pabrik di Nigeria, menyusul penandatanganan perjanjian joint venture (JV) dengan perusahaan negara itu, Topwide Ventures Limited. Porsi kepemilikannya 50%:50%.
Kerjasama itu akan mengoptimalkan areal konsesi pertambangan 16.000 hektare (ha). Tahap awal, kapasitas produksi 5.000 Mton ingot per tahun. “Awal tahun 2019, kami targetkan sudah mulai (aktif),” ungkap Amin.
Tahun ini, TINS mengalokasikan belanja modal Rp 2,65 triliun. Anggaran itu untuk investasi induk perusahaan Rp 2,23 triliun. Sedangkan investasi anak usaha Rp 422 miliar.
Investasi pada induk usaha terbagi untuk penambahan kapasitas Rp 994 miliar serta rekondisi dan replacement Rp 575 miliar. Lalu, sarana umum dan revitalisasi aset Rp 329 miliar, sarana pendukung Rp 222 miliar, juga pengembangan usaha Rp 107 miliar.
Manajemen TINS juga menanggapi dingin rencana peluncuran kontrak bursa berjangka atau futures contract timah di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX) pada Maret 2018. TINS tidak mendukung peluncuran kontrak bursa berjangka timah.
Sebab, orang yang masuk ke bursa bukan yang membutuhkan timah, tapi yang punya uang. "Yang diperdagangkan adalah kertas berharga, bukan logamnya," imbuh Amin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News