kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Potensi return DINFRA besar, tapi risiko tinggi


Senin, 14 Agustus 2017 / 20:47 WIB
Potensi return DINFRA besar, tapi risiko tinggi


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - Upaya pemerintah menggenjot infrastruktur terus berlanjut. Kali ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan tiga produk investasi untuk mendanai proyek infrastruktur atau Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA). Melalui produk tersebut, OJK melakukan pendekatan pembiayaan sehingga bisa memuluskan proyek yang dikerjakan.

Produk investasi yang mendapat izin efektif tersebut tersebut diantaranya yakni reksadana penyertaan terbatas (RDPT) untuk proyek Bandara Kertajati, dan kontrak investasi kolektif (KIK) efek beragun aset (EBA) untuk anak usaha PLN dan Jasa Marga. Total dana yang diincar dari ketiga produk investasi tersebut sebesar Rp 12,8 triliun.

Wawan Hendrayana, Senior Research & Investment Analyst Infovesta Utama menyatakan, selain faktor jangka waktu, profil investasi akan menarik apabila ditinjau juga dari risikonya. "Jadi tergantung investornya," kata Wawan, Senin (14/8).

Apabila suku bunga sedang turun, investasi jangka panjang dalam bentuk properti akan menarik. Pasalnya, akan menjanjikan return yang lebih besar. Namun, jika ingin jangka pendek, maka proyek infrastruktur bisa menjadi pilihan. "Karena infrastruktur basisnya surat utang, maka ada temponya," papar Wawan.

Wawan menyatakan, untuk Dana Investasi Real Estate (DIRE) properti memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi infrastruktur. Rata-rata pendapatan dari properti ini berasal dari sewa, misalnya dengan membeli gedung yang sudah jadi. "Karena ini sewa, maka imbal hasilnya juga terbatas, 8%  sudah bagus. Ini tergantung dari lokasi dan produk properti apa yang dibeli," jelasnya.

Sedangkan untuk investasi dalam infrastruktur memiliki proyek yang luas, bisa termasuk jalan tol, rumah sakit, sekolah, maupun telekomunikasi. "Ini imbal hasilnya menarik, tapi risikonya besar. Tergantung proyeknya apa," imbuhnya.

Risiko yang dimaksud diantaranya seperti proyek tersebut bisa mangkrak. Risiko ini terhitung sebagai risiko yang paling besar. Untuk itu diperlukan strategi dari fund manager untuk perlindungan investor. "Proyek ini akan terbitkan surat utang maka harus ada jaminannya. Nah, hal-hal seperti ini harus diperhatikan," katanya.

Selain itu, meskipun dana investasi ini untuk membiayai proyek infrastruktur pemerintah, risiko juga harus dilihat dari proyek tersebut. Diantaranya seperti lama pembangunan proyek, dan lokasi proyek. "Kalau jalan tol di Sumatra tentu ROI-nya kecil. Kalau di Jawa ROI-nya besar," pungkasnya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×