Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Saat ini pemerintah sedang gencar membangun berbagai sarana infrastruktur pendukung seperti pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik, jalur kereta api, dan bandara. Tentu, proyek ini akan membutuhkan dana besar.
Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, tidak akan mencukupi jika keseluruhan pembiayaan pembangunan infrastruktur tersebut mengandalkan APBN. "APBN yang tersedia dalam lima tahun diperkirakan hanya Rp 1.500 triliun, sementara kebutuhan pembangunan diperkirakan lebih dari Rp 5.000 triliun," terang Wimboh dalam sambutannya di acara Stockcode Fun Walk 2017 di BEI, Minggu (13/8).
Lalu darimana pemerintah bisa memperoleh tambahan dana untuk pembangunan infrastruktur tersebut? Salah satu strategi yang saat ini dipilih yakni melalui pemanfaatan berbagai instrumen pembiayaan di sektor pasar modal.
Mulai dari instrumen konvensional seperti saham dan obligasi, hingga berbagai instrumen investasi seperti dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK), efek beragun aset (EBA). Termasuk EBA surat partisipasi, dana investasi real estate baik yang konvensional maupun syariah, reksadana penyertaan terbatas, reksadana target waktu, dan dana investasi multi aset berbentuk KIK.
Selama kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah dana yang berhasil dihimpun berbagai perusahaan dari pasar modal, baik melalui penerbitan saham maupun obligasi korporasi, nilainya mencapai Rp 622 triliun. Sementara nilai kapitalisasinya hingga saat ini mencapai lebih dari Rp 6.000 triliun.
Peningkatan selama lima tahun ini mencapai lebih dari 40%. Peningkatan itu sekaligus menunjukkan peningkatan peran pasar modal dan potensi perkembangannya dalam memenuhi kebutuhan pendanaan tidak hanya bagi banyak perusahaan di Indonesia namun juga bagi pemerintah.
Untuk itu, pihaknya terus mendorong agar berbagai perusahaan lain baik domestik (BUMN dan Non BUMN) maupun perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, untuk memanfaatkan pasar modal Indonesia. Yakni sebagai tempat untuk memobilisasi dana investasi baik dari dalam maupun luar negeri. "Kami buka kesempatan seluas-luasnya kepada investor domestik (institusi dan retail) untuk menjadi pemegang saham dari berbagai perusahaan dimaksud," lanjutnya.
Untuk mendukung hal, OJK akan meluncurkan berbagai kebijakan strategis di bidang pasar modal. OJK telah meluncurkan POJK Nomor 4 tahun 2017 tentang Dana Investasi Multi Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, yang diterbitkan dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Pihaknya juga telah menerbitkan POJK Nomor 53 dan 54 tahun 2017, yang diterbitkan untuk memberikan kesempatan bagi emiten dengan aset skala kecil dan menengah untuk memperoleh pendanaan melalui Pasar Modal. OJK juga menerbitkan POJK Nomor 52 tentang Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (POJK DINFRA), yang diterbitkan untuk menyediakan skema investasi kolektif bagi berbagai proyek infrastruktur
OJK juga menetapkan kebijakan yang memungkinkan pembiayaan infrastruktur dapat dioptimalisasi melalui pemanfaatan beberapa instrumen yang telah ada. Di antaranya seperti kontrak investasi kolektif, maupun peluncuran beberapa instrumen baru seperti surat berharga perpetual, maupun project bond.
OJK juga mendorong peningkatan jumlah investor (pemodal) domestik, baik yang retail dan institusi, khususnya industri keuangan non bank (asuransi dan dana pensiun). Selain mendorong mereka meningkatkan portofolio investasi. "Kami juga mendorong mereka untuk go-public memanfaatkan sumber pendanaan jangka panjang dari pasar modal," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News