kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   -927,64   -100.00%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Potensi laba saham masih nomor satu


Jumat, 25 Mei 2018 / 09:46 WIB
Potensi laba saham masih nomor satu
ILUSTRASI. investasi saham


Reporter: Dimas Andi, M Sauqi Dzikri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi pada instrumen berbasis saham masih dianggap prospektif walau pasar saham masih diliputi ketidakpastian. Para analis melihat, investasi saham masih lebih menarik ketimbang instrumen investasi lainnya.

Hingga kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang tercatat telah melemah 6,43% secara year on date (ytd). Pasar obligasi juga bernasib sama. Sejak awal tahun ini, Indonesia Composite Bond Index (ICBI) telah mencatatkan penurunan sebesar 3,35%.

Memang sepanjang tahun ini, baik pasar saham maupun obligasi sama-sama dihantam sentimen negatif yang kuat. Salah satunya, sentimen perbaikan ekonomi Amerika Serikat. Hal ini membuka peluang suku bunga acuan di AS naik secara agresif.

Imbasnya, rupiah terus berada dalam tekanan. Upaya Bank Indonesia menaikkan suku bunga menjadi 4,5% juga belum menimbulkan dampak. Alhasil, hal ini berpengaruh ke imbal hasil investasi.

Managing Director, Head Sales & Marketing Henan Putihrai Asset Management Markam Halim berpendapat, investasi di instrumen berbasis obligasi sebenarnya menarik, ketika tren suku bunga acuan rendah masih berlangsung di AS. Namun, saat ini The Federal Reserve secara gradual menaikkan suku bunga acuan.

Hal ini membuat risiko berinvestasi di obligasi meningkat. Sebab, kenaikan suku bunga dapat memicu terkereknya yield US Treasury. Imbasnya, yield surat utang negara (SUN) ikut naik dan harganya tertekan. Investor pun menjadi kesulitan memperoleh capital gain.

Markam menilai, dengan kondisi pasar seperti saat ini, instrumen berbasis saham masih menjadi pilihan yang ideal. Ini terutama bagi investor yang memiliki orientasi jangka panjang. Pasalnya, instrumen saham selalu mampu memberikan imbal hasil yang tinggi ketika pasar dalam keadaan normal.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto sependapat. Secara teori, instrumen berbasis saham dapat memberikan imbal hasil optimal dalam waktu lima tahun sejak investasi awal. Hanya saja, tidak semua investor cocok memiliki instrumen tersebut dalam jumlah besar.

Investor agresif yang cukup toleran terhadap risiko tinggi cocok untuk memiliki instrumen berbasis saham dalam jumlah besar. Sedangkan bagi investor moderat, produk yang lebih rendah risiko semisal reksadana campuran atau pendapatan tetap dapat menjadi pilihan utama.

Adapun investor yang lebih konservatif dinilai cocok untuk berinvestasi pada instrumen berbasis pasar uang atau deposito.

Kendati demikian, Rudiyanto mengingatkan agar investor tidak cuma fokus pada satu instrumen saja. "Misalnya investor agresif, sisakan sekitar 20% dana investasi di instrumen seperti reksadana pasar uang," kata dia, Kamis (24/5).

Masuk sekarang

Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto juga menganggap instrumen berbasis saham lebih berpotensi memberikan imbal hasil optimal ketimbang instrumen investasi lainnya. Bila ingin memanfaatkan keadaan saat ini, investor dapat membeli saham yang berasal dari emiten berkapitalisasi besar dengan harga yang murah.

Eko menilai tidak masalah investor membeli instrumen saham ketika pasar dalam kondisi lesu. Dengan catatan, tujuannya adalah untuk diversifikasi portofolio

Selain saham, instrumen berbasis komoditas, seperti emas, dapat menjadi pilihan alternatif. "Emas akan menguntungkan ketika kurs mata uang secara global sedang melemah," terang dia.

Namun, ia mengingatkan instrumen tersebut sejatinya lebih sesuai untuk kebutuhan jangka menengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×