Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak global terpantau kembali melorot dan nyaris tembus ke bawah level US$ 20 per barel di awal pekan ini (30/3). Meskipun begitu, harga minyak ke depan diyakini akan melemah terbatas.
Mengutip Bloomberg, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2020 di New York Mercantile Exchange turun 5,72% ke US$ 20,28 per barel Senin(30/3) pagi. Harga tersebut sekaligus jadi level terendah sejak Februari 2002 atau lebih dari 18 tahun lalu.
Senada dengan itu, harga minyak brent untuk pengiriman Mei 2020 di ICE Futures pun turun 8,30% menjadi US$ 22,86 per barel.
Baca Juga: Dalam jangka pendek, harga minyak bisa ke level US$ 15 per barel
Business Manager Indosukses Futures Suluh Adil Wicaksono mengungkapkan, harga minyak WTI kembali mendekati level terendah di awal April. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, pertama terkait permintaan minyak yang diperkirakan turun tajam hingga 15 juta barel hingga 20 juta barel per hari.
"Penurunan ini diakibatkan faktor pandemi Covid-19 yang sampai saat ini sudah menimbulkan kecemasan berlebih," kata Suluh kepada Kontan.co.id, Senin (30/3).
Faktor kedua yakni terkait oversupply atau kelebihan pasokan setelah OPEC gagal mencapai kesepakatan harga dengan Rusia di pertemuan sebelumnya. Hal tersebut tentunya membuat permintaan turun, sementara pasokan tinggi dan berujung pada penurunan harga.
Sentimen lainnya yang membuat harga minyak turun yakni karena adanya perkiraan bahwa permintaan minyak akan lebih rendah 20% dari tahun lalu.
Suluh menilai, kondisi tersebut memungkinkan harga minyak global untuk menembus level bawah US$ 20 per barel dalam waktu dekat, jika pasokan belum juga dipangkas.
"Supply harus dipangkas dari OPEC jika ingin mempertahankan level US$ 20 per barel sebagai level support," jelasnya.
Suluh juga optimistis harga minyak saat ini bisa kembali menguat apabila keadaan bisa membaik ke depan. Bahkan diyakini harga minyak tidak akan kembali menyentuh level WTI terendah di tahun 1984-1990-an atau berada di kisaran US$ 12 per barel hingga US$ 18 per barel.
"Saya rasa tidak mungkin harga kembali ke level tersebut. Apalagi jika berkaca dari sisi biaya produksi yang diperlukan setiap negara," ujarnya.
Suluh mengungkapkan, jika harus dirata-rata total biaya yang harus dikeluarkan negara anggota OPEC dalam memproduksi minyak di atas US$ 20 per barel. Untuk itu, dia meyakini negara produsen akan menghentikan produksinya, bahkan memangkas produksi agar harga bisa lebih relevan, kecuali untuk Arab Saudi.
Baca Juga: Prospek permintaan gelap, harga minyak mentah berjangka anjlok
Di sisi lain, Suluh mengakui butuh beberapa waktu untuk bisa mengembalikan atau menormalkan permintaan minyak sebagai dampak dari persebaran virus corona.
"Perkiraannya, minyak WTI akan berkisar di antara US$ 19 per barel hingga US$ 25 per barel hingga pertengahan 2020 ini, bahkan bisa lebih cepat jika Covid-19 berakhir. Setidaknya, harga minyak tidak akan berada di bawah produksi rata-rata," tegasnya.
Untuk investor, Suluh merekomendasikan beli untu jangka panjang, di mana secara teknikal harga sudah di area oversold.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News