Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa global cenderung tertekan sepekan terakhir. Menurut data RTI Business, di bursa Asia ada Nikkei 225 index Tokyo (N225) yang mengalami koreksi hingga 8,09% ke level 17.800.
StraitĀ Times Index Singapore (STI) juga mengalami pelemahan cukup dalam, hingga 5,52% ke level 2.389,29.
Baca Juga: Laba bersih Bank Negara Indonesia (BBNI) di Februari melesat 27,7%
Sementara itu, Hangseng Index Hongkong (HSI) dan Shanghai composite index (SSEC) juga mengalami koreksi meski tipis, masing-masing 1,06% dan 0,52%.
Di Eropa, FTSE 100 index di London (FTSE) misalnya, melemah ke level 5.415,5. Sementara itu, Xetra Dax Frankurt (GDAXI) juga menurun 1,11% ke level 9.525,8.
Tidak jauh berbeda, indeks di Amerika juga terlihat lesu. Tercatat, Dow Jones Index (DJI) mengalami penurunan hingga 2,70% ke level Rp 21.052. Indeks S&P 500 Index (GSPC) juga mengalami penurunan hingga 2,08% ke level 2.488,65. Sementara untuk Nasdaq (IXIC) turun 1,72% ke level 7.373,08.
Baca Juga: Bank Mandiri terbitkan obligasi berdenominasi rupiah sebesar Rp 1 triliun
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico DemusĀ menjelaskan, pandemi COVID-19 masih masih menjadi pemberat pergerakan bursa global pekan ini.
Di tengah sentimen COVID-19, sebenarnya bursa global sempat menguat sesaat karena pasar menanti pertemuan antara Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Rusia terkait kesepakatan harga minyak.
"Harga minyak melonjak 25% pada hari Kamis kemarin, dan kembali naik sebanyak 12% pada hari Jumat," imbuh Nico ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (5/4).
Harga minyak menguat merespon pernyataan Trump yang berharap Arab Saudi dan Rusia memangkas produksi hingga 10-15 juta barel. Akan tetapi, sejauh ini pertemuan di antara ketiganya masih belum berlangsung.
Sehingga harga minyak berpotensi tertekan ke depan. Indeks bursa global pun juga memungkinkan terpengaruh karenanya.
Sekadar informasi, di tengah pasar global yang terkoreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menguat ke level Rp 4.623,43 atau 1,71% pada penutupan perdagangan, Jumat (3/04).
Baca Juga: Lima saham yang melantai di 2019 jadi saham gocap
Nico menjelaskan, peguatan IHSG ini terjadi karena pasar merespon positif harga harga saham yang saat ini undervalued,
"Ini yang membuat para pelaku pasar dan investor sebetulnya mulai melakukan akumulasi beli," imbuhnya. Menurut Nico, penguatan ini menjadi pertanda baik, sebab pasar meyakini bahwa saham-saham yang undervalued sudah bisa masuk di tengah kondisi yang masih wait and see.
Adapun investor yang mulai masuk pasar menggunakan strategi jangka menengah hingga panjang mengingat sejauh ini volatilitas IHSG masih cukup tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News