Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi Amerika Serikat (AS) yang diproyeksikan tumbuh tinggi merunyamkan kinerja pasar keuangan Indonesia. Kekhawatiran mengenai tingginya yield US Treasury juga menambah ketidakpastian.
Namun, analis dan ekonom mengatakan kinerja pasar keuangan dalam negeri untuk pulih masih berpotensi terjadi di kuartal II-2021.
Sentimen negatif tersebut membuat indeks harga saham gabungan terkoreksi 3,54% dalam sepekan terakhir di level 6.122 per Kamis (25/3). Sementara, secara year to date (ytd) IHSG masih tumbuh 5,8%. Sedangkan, kinerja pasar obligasi yang tercermin dalam Indonesia Composite Bond Index (ICBI) masih menurun 1,93% ytd.
Ahmad Mikail Zaini, Ekonom Samuel Sekuritas memproyeksikan di kuartal II-2021 pasar obligasi berpotensi membaik. Sementara, pasar saham akan tetap menarik. Yield Surat Utang Negara (SUN), Mikail proyeksikan turun ke 6%-6,2%.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham untuk hari ini (25/3) dari Phillip Sekuritas
Sentimen positif datang dari AS yang berencana menaikkan pajak korporasi. Menurut Mikail kebijakan tersebut bisa membuat yield US Treasury turun sehingga yield SUN ikut turun. "Kenaikan yield jadi terbatas karena AS memiliki alternatif pembiayaan defisitnya lewat menaikkan pajak," kata Mikail, Kamis (25/3).
Untuk pasar saham, Mikail juga tetap nilai menarik. Apalagi, di kuartal II merupakan musim pembagian dividen. Alhasil, koreksi yang terjadi di pasar saham saat ini akan terbatas oleh investor yang memburu dividen. "Saham yang memberikan dividen besar akan menarik," kata Mikail.
Hou Wey Fook, DBS Chief Investment Officer juga mengatakan bahwa pasar keuangan Indonesia, selain Singapura, menjadi tempat pilihan investasi yang terbaik di tengah kekhawatiran kenaikan inflasi AS.
"Berbagai kendala seperti suku bunga lebih tinggi, penguatan dollar AS, dan ketidakpastian politik adalah risiko yang harus diperhatikan di tahun ini, tetapi pasar ASEAN tetap akan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan global yang kuat dan kecenderungan investor untuk berinvestasi di aset yang lebih berisiko," kata Wey Fook dalam paparan outlook pasar kuartal II-2021.
Baca Juga: Ini sentimen yang mempengaruhi pergerakan rupiah hingga akhir tahun 2021
Menurut Wey Fook meski Indonesia tampak rentan terhadap imbal hasil obligasi AS yang lebih tinggi, hal tersebut tidak mendorong eksodus obligasi dan melemahkan rupiah secara tajam.
Katalis positif yang mendukung fundamental Indonesia adalah bangkitnya investor ritel, program vaksinasi yang lancar, investasi asing secara langsung dan rantai pasokan baterai kendaraan listrik, pembelian dana investasi milik negara, dan konsolidasi serta penawaran saham perdana perusahaan rintisan.
Namun, Head of Fixed Income Bank BNI Fayadri memproyeksikan di kuartal II-2021 kondisi pasar keuangan tidak jauh berbeda dengan saat ini. Pasar obligasi masih akan dipengaruhi pergerakan US Treasury. Sedangkan, pasar saham dapat menjadi alternatif investasi yang menarik bagi investor seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus diusahakan pemerintah.
Fayadri menyarankan bagi investor agresif yang risk taker bisa mencermati emiten yang bisnisnya tetap menunjukkan kinerja positif di tengah pandemi. Sektor-sektor yang mulai pulih seiring pemulihan ekonomi juga menarik.
Baca Juga: Harga emas mengabaikan dolar AS setelah pernyataan Powell
Selain itu, tingginya fluktuasi di pasar forex seiring penguatan nilai tukar dollar AS terhadap berbagai mata uang juga bisa memberikan cuan bagi investor yang memiliki nyali tinggi.
Sementara, bagi investor moderat investasi reksadana pendapatan tetap masih bisa dijadikan pilihan. Potensi keuntungan di instrumen ini masih lebih tinggi dari tingkat inflasi dan deposito. "Investasi dalam bentuk ORI atau sukuk ritel bisa dijadikan sebagai pilihan," kata Fayadri.
Sedangkan, untuk investor konservatif, deposito dan reksadana pasar uang masih menjadi pilihan yang tepat. Namun, perlu diwaspadai juga penawaran bunga deposito yang jauh di atas rata-rata pasar.
Selanjutnya: Menkeu Sri Mulyani Indrawati bicara soal risiko taper tantrum
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News