Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan sektor properti masih akan tertunda di tahun ini. Level suku bunga tinggi akan menahan laju pertumbuhan pra-penjualan alias marketing sales.
Analis Sinarmas Sekuritas Arief Machrus mengatakan, sektor properti Indonesia lebih berhati-hati terkait jeda suku bunga di level tinggi yakni berada di 5,75% per Juni 2023. Naiknya suku bunga mengakibatkan nilai tukar rupiah bergerak volatil, di tengah beberapa normalisasi insentif dari pemerintah.
Lingkungan suku bunga tinggi akan berdampak pada penyesuaian suku bunga hipotek. Hal tersebut pada gilirannya akan meningkatkan biaya pinjaman untuk pengembang properti dan menciptakan prospek penjualan yang lebih menantang.
Meskipun suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) saat ini tertinggal dari suku bunga BI (BI7DRR), namun diperkirakan akan menyusul dan mencapai puncaknya pada semester kedua 2023. Ini kemungkinan akan menghambat pertumbuhan pra-penjualan.
“Penjualan untuk setahun penuh 2023 relatif diproyeksikan akan tetap ada datar dibandingkan tahun sebelumnya yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan,” tulis Arief dalam riset 21 Juni 2023.
Baca Juga: Inflasi Melandai, Analis: Sektor Properti Punya Harapan pada Semester II
Arief mengungkapkan, proyeksi tersebut dipengaruhi oleh penyesuaian kenaikan suku bunga hipotek, pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung dari pandemi, serta tahun politik yang akan datang di Indonesia. Selain itu, berakhirnya diskon PPN dan insentif Loan To Value (LTV) juga berkontribusi terhadap pandangan ini.
Sinarmas Sekuritas meyakini pembeli properti dengan tujuan investasi akan memiliki sedikit insentif untuk belanja di semester kedua tahun ini yang menyebabkan penundaan rencana mereka. Namun, pembeli rumah pertama yang merupakan pengguna akhir tidak akan menunda pembelian mereka karena masih memiliki tabungan yang cukup dari pandemi.
Kabar baiknya, Arief mencermati ada tren positif dalam permintaan rumah tapak karena backlog perumahan yang kuat dan peningkatan pembayaran porsi KPR yang didukung oleh likuiditas perbankan. Ada jeda yang terlihat dalam penyesuaian antara tingkat bunga hipotek dan tingkat suku bunga BI7DRR.
Menarik dicermati sedikit peningkatan pada bunga hipotek, disaat kenaikan suku bunga agresif oleh Bank Indonesia (BI). Situasi ini disebabkan oleh kondisi likuiditas yang menguntungkan di sektor perbankan karena meningkatnya persaingan antar bank untuk menyediakan pembiayaan ke sektor-sektor yang menjanjikan, termasuk properti.
Berdasarkan data BBCA, BMRI, BBRI, BBNI, dan BBTN, Fixed Rate Mortrage atau KPR dengan suku bunga tetap saat ini untuk rentang tenor 10 tahun sekitar dari 7,25% menjadi 7,75%.
Sektor properti berpotensi diuntungkan oleh tiga hal tersebut yakni pertumbuhan ekonomi yang meningkat, potensi jeda suku bunga dan bahkan penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia, serta ketatnya persaingan antar bank di segmen KPR yang membuka jalan bagi suku bunga KPR lebih menarik. Arief menyematkan rating overweight pada sektor properti.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei turut mencermati penjualan properti akan lebih terbatas di tahun ini. Selain mempengaruhi naiknya bunga pinjaman, kenaikan suku bunga Bank Indonesia juga dapat mempengaruhi daya beli masyarakat yang pada akhirnya membatasi prospek penjualan properti.
“Memang di tahun ini pertumbuhan marketing sales properti akan lebih terbatas,” kata Jono kepada Kontan.co.id, Jumat (7/7).
Terlepas dari penjualan properti, Jono memandang, kinerja emiten properti yang punya diversifikasi segmen pendapatan berulang (recurring income) terutama mall dan hotel akan terus meningkat. Hal tersebut seiring dengan mobilitas masyarakat yang kembali normal, kunjungan wisatawan mancanegara maupun adanya berbagai ajang yang diadakan.
Seperti diketahui, pemerintah telah menghapus aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Indonesia (PPKM) sejak akhir tahun lalu. Teranyar, pemerintah telah mencabut status pandemi pada 21 Juni 2023.
Diantara emiten sektor properti, Jono memberi rekomendasi buy saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan target harga Rp 1.100 per saham. Proyeksi tersebut karena CTRA dinilai memiliki portofolio proyek yang beragam dari sisi lokasi dan neraca keuangan yang sehat.
Arief juga menyukai saham CTRA sebagai pilihan utama pada sektor properti Indonesia karena perusahaan tersebut dinilai paling tangguh yang tercermin dari pertumbuhan marketing sales sekitar 74% YoY selama kuartal I-2023. Capaian positif CTRA tersebut disaat pesaingnya seperti BSDE, PWON dan SMRA mengalami koreksi penjualan dalam periode yang sama.
Selain itu, CTRA memiliki likuiditas terbaik di antara perusahaan sejenis. Arief pun menyarankan buy saham CTRA dengan target harga Rp 1.500 per saham.
Baca Juga: Kinerja Sektor Properti Diramal Membaik, Cek Rekomendasi Saham Pemainnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News