Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tren harga minyak tahun ini bullish seiring dengan pelemahan dollar AS. Data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan semakin melunturkan prospek kenaikan suku bunga The Fed.
Mengutip Bloomberg, Jumat (6/5) harga minyak kontrak pengiriman Juni 2016 di New York Mercantile Exchange menguat 0,77% ke level US$ 44,66 per barel dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, minyak tergerus 2,7%.
Wahyu Tri Wibowo, analis PT Central Capital Futures mengatakan, harga minyak dalam sepekan terakhir mengalami koreksi secara teknikal. "Antisipasi data tenaga kerja AS membuat USD menguat dan menekan harga minyak," paparnya.
Data tenaga kerja AS, yakni non-farm employment change pekan lalu akhirnya dirilis mengecewakan. Penambahan tenaga kerja turun menjadi 160.000 dari sebelumnya 208.000. Data ini semakin melunturkan prospek kenaikan suku bunga The Fed.
"Suku bunga The Fed mungkin naik, tetapi hanya satu kali," lanjut Wahyu. Imbasnya, tren pergerakan dollar AS akan melemah tahun ini. Dengan pelemahan USD, Wahyu memprediksi harga minyak akan naik hingga US$ 60 per barel.
Sementara jika dilihat dari supply dan demand, belum ada perubahan signifikan. OPEC dikabarkan tidak akan membahas pembatasan produksi pada pertemuan Juni mendatang lantaran harga minyak kembali menguat. Sedangkan pada pertemuan antara produsen OPEC dan non OPEC sebelumnya, upaya pembatasan produksi juga gagal tercapai. Sebab, Arab Saudi tidak bersedia bergabung jika tidak diikuti Iran.
Di sisi lain, perlambatan ekonomi masih terjadi terutama di China. Hal ini menunjukkan potensi kenaikan permintaan minyak belum terlihat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News