kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelemahan dolar AS tak selalu menyokong penguatan rupiah


Kamis, 06 Agustus 2020 / 21:51 WIB
Pelemahan dolar AS tak selalu menyokong penguatan rupiah
ILUSTRASI. Rupiah dalam dua pekan terakhir yang stabil di kisaran Rp 14.600 per dolar Amerika Serikat (AS).


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pelemahan indeks dolar dinilai tak berdampak signifikan pada penguatan nilai tukar rupiah. Hal ini tampak dari pergerakan mata uang Garuda dalam dua pekan terakhir yang stabil di kisaran Rp 14.600 per dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Kamis (6/8), indeks dolar sempat berada di level terendah 92,53. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, pelemahan dolar AS pada 1-2 minggu terakhir cenderung disebabkan adanya kenaikan tensi antara Amerika Serikat (AS) dan China. "Hal tersebut membuat para investor cenderung memilih aset-aset aman alternatif lainnya, seperti yen dan emas," kata Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (6/8).

Selain itu, dalam beberapa kesempatan tampak bahwa pelemahan dolar AS juga diikuti kenaikan sentimen risk-off. Alhasil, alih-alih memperkuat rupiah, pelemahan dolar AS dinilai Josua malah memperlemah nilai tukar rupiah karena investor mencari aset yang lebih aman dari dolar AS. "Dengan demikian, dalam kenyataannya pelemahan dolar AS secara global tidak selalu diikuti oleh penguatan rupiah," tegasnya. 

Baca Juga: Indeks dolar berpeluang turun lagi ke 91, rupiah bisa menguat hingga akhir tahun

Apalagi, dalam beberapa pekan terakhir Josua mengungkapkan meski pergerakan dolar AS memiliki tren pelemahan, rupiah masih bergerak di kisaran Rp 14.600 per dolar AS hingga Rp 14.700 per dolar AS. 

Selanjutnya, volatilitas dolar AS diperkirakan masih akan relatif tinggi dalam 1-2 bulan ke depan, mengingat masih adanya potensi kenaikan tensi geopolitik AS dan China. Ditambah lagi, perkembangan politik AS menjelang pemilu pada November mendatang ikut menggerakkan the greenback.

"Volatilitas yang tinggi ini juga diperkirakan akan mengurangi derajat safe haven dari dolar AS dibandingkan dengan aset haven seperti emas, yen Jepang dan Swiss franc," ujar Josua.

Baca Juga: Rupiah berpeluang menguat kembali ke Rp 14.000 per dolar AS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×