Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Kebutuhan dana dan refinancing menyebabkan perusahaan-perusahaan sektor keuangan masih memimpin penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat, penerbitan obligasi tertinggi berasal dari perbankan Rp 20,13 triliun, diikuti oleh perusahaan pembiayaan Rp 12,90 triliun dan sektor konstruksi di Rp 3,26 triliun sepanjang semester pertama 2017.
Maka institusi keuangan yang mencakup perbankan dan perusahaan pembiayaan memimpin penerbitan obligasi Rp 33,03 triliun alias 70,3% dari total obligasi korporasi. Sektor non keuangan mencatat penerbitan sebesar Rp 13,98 triliun.
"Hal ini menunjukkan, bahwa peran pasar modal sebagai intermediary belum terlalu signifikan sebagai alternatif pembiayaan sektor riil," kata Presiden Direktur Pefindo, Salyadi Saputra saat konferensi media gathering Pefindo, Senin (24/7).
Salyadi juga menyayangkan minimnya popularitas obligasi dengan tenor panjang. Obligasi tenor panjang dapat membantu sejumlah sektor, terutama seperti infrastruktur yang membutuhkan sumber dana minimal 10 tahun.
Salyadi membandingkan, sekitar 75,9% obligasi Malaysia merupakan penerbitan dari perusahaan sektor riil. Mayoritas tenor pendanaan obligasi korporasi Malaysia berada di kisaran 5-10 tahun dengan kontribusi 36%.
Menurut data Pefindo, penerbitan baru obligasi korporasi dan sukuk Indonesia 2017 dengan tenor 3 dan 5 tahun mendominasi sebesar 26,4% dan 24,2%. Sedangkan tenor untuk 10 tahun berada di 13%.
Hingga akhir Juni 2017, Pefindo memeringkat 110 emiten obligasi korporasi. Mayoritas berasal dari perbankan dengan jumlah 31, diikuti dengan 24 perusahaan pembiayaan, sembilan properti dan real estate, enam perusahaan telekomunikasi dan lainnya dalam sektor transportasi, ritel, makanan dan minuman. "Harusnya bisa lebih banyak lagi," kata Salyadi.
Pefindo masih menggenggam mandat pemeringkatan emisi obligasi 25 emiten. Di antaranya adalah lima emiten dari sektor keuangan dengan total nilai obligasi sebesar Rp 5,1 triliun, empat emiten konstruksi dengan nilai Rp 4,5 triliun dan satu emiten pembangkit listrik dengan nilai Rp 10 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News