kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar obligasi tertekan penurunan harga


Selasa, 04 September 2018 / 21:55 WIB
 Pasar obligasi tertekan penurunan harga
ILUSTRASI. Pasar Modal


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan yield obligasi domestik yang cenderung naik serta pelemahan rupiah membuat indeks Inter Dealer Market Association (IDMA) menyentuh level terendahnya sejak Desember 2018 di 92,31.

Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan return SUN sejak awal tahun negatif hampir 4%. Hal tersebut berdampak pada menurunnya kinerja pasar obligasi dan setimen negatif terus menekan.

Di tengah level IDMA yang terpangkas, di saat yang sama yield SUN acuan tenor 10 tahun jadi menyentuh level tertingginya sejak Juli 2017 di 8,3%. Sekedar informasi, yield naik berdampak pada penurunan harga obligasi. Makanya, indeks IDMA yang mencerminkan harga obligasi juga jadi menurun.

Namun, Desmon mengamati di tengah harga SUN yang sudah cukup murah ini, investor asing sudah mulai masuk ke pasar obligasi. Desmon mencatat pada Agustus 2018 asing catatkan net buy Rp 10 triliun.

Secara teori, asupan dana dari asing seharusnya bisa membuat yield turun, tetapi saat ini justru yield tetap beranjak naik. Desmon berpandangan yield belum bisa turun karena investor lokal masih belum percaya diri untuk masuk ke pasar obligasi.

Jika dilihat spread antara yield SUN dan US Treasury cukup lebar. Per Selasa (4/9) yield US Treasury berada di 2,89%. Dengan begitu, spread antara yield SUN dan US Treasury sebesar 541 basis poin (bps).

"Asing tertarik dengan spread yang cukup dalam, namun investor lokal masih menahan diri," kata Desmon. Pasalnya, investor lokal khawatir pada penurunan harga akan berlanjut pada aset mereka yang saat ini sudah rugi.

Desmon memproyeksikan investor lokal sejatinya akan tetap membeli SBN seiring dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan Institusi Keuangan Non Bank menaruh aset 30% di SBN.

"Memang permasalahan sekarang ada di rupiah tetapi dengan inflasi yang stabil di kisaran 3% harusnya real investment yang didapat investor juga menarik,harga obligasi saat ini murah, tetapi sekali kembali lagi pada keyakinan investor," kata Desmon.

Seiring dengan kemungkinan suku bunga The Fed naik di September 2018, Desmon memproyeksikan yield SUN acuan 10 tahun tidak akan lebih dari 8% karena pemerintah juga tidak ingin yield terus naik dan membebani cost of fund pada lelang di pasar primer.

"Pemerintah akan buat kebijakan agar yield tidak terus naik," kata Desmon.

Desmon juga memperhitungkan saat ini yield US Treasury cenderung stabil di 2,89%. Bila The Fed naikkan suku bunga 50 bps hingga akhir tahun maka yield US Treasury diproyeksikan akan kembali menyentuh level tertingginya di Mei lalu, yakni di 3,1%.

Desmon menilai yield US Treasury masih cenderung dalam posisi stabil, sehingga yield SUN kenaikannya pun tidak terlalu signifikan.

Namun, Desmon memproyeksikan pergerakan harga SUN untuk kembali ke dalam spread wajarnya di 350 bps masih akan berat terlebih dengan pelemahan rupiah yang menghantui.

Desmon menyarankan disaat harga SUN murah dan kondisi pasar obligasi sednag tidak sehat investor lebih baik memilih tenor pendek dan mengurangi bobot di seri utang tenor panjang.

Namun, bagi investor jangka panjang, seri utang jangka menengah dan jangaka panjang saat ini diskonnya sudah cukup besar, dan seri FR0064 bisa jadi pilihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×