Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pasar obligasi menguat seiring apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), Selasa (6/10). Rata-rata return obligasi yang ditunjukkan oleh INDOBeX Composite Total Return naik 3,488 poin ke level 180.268 pada penutupan perdagangan Selasa dibandingkan Senin (5/10).
Kenaikan tersebut disumbang oleh INDOBeX Goverment Total Return yang naik 3,718 poin ke level 177.557 dan INDOBeX Corporate Total Return naik 1,889 poin ke 192.347.
"Pada perdagangan Selasa siang, rata-rata yield pada sepanjang tenornya 1-10 tahun turun 31,40 basis poin. Demikian juga dengan harga keempat seri SUN (surat utang negara) benchmark yang naik hingga 211,79 basis poin," ujar Analis Indonesia Bond Pricing Agency Lili Indarli, Selasa (6/10).
Lili mengatakan positifnya pasar obligasi dipicu oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kurs tengah Bank Indonesia pada perdagangan Selasa menguat ke level Rp 14.382 per dollar AS dibandingkan Senin (5/10) yang di level Rp 14.604 per dollar AS.
Selain itu, berlanjutnya respons positif pasar terhadap pengumuman deflasi dan kebijakan paket ekonomi jilid II pekan lalu juga diperkirakan menjadi faktor utama pendorong positifnya pasar obligasi.
Lili memperkirakan pasar obligasi masih akan menguat ditopang oleh rencana pengumuman kebijakan ekonomi jilid III yang mengisyaratkan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM).
Kendati demikian, ketidakpastian global terkait kenaikan suku bunga bank sentral AS, the Fed Rate serta perlambatan perekonomian Tiongkok diperkirkan masih akan membayangi tekanan pasar obligasi hingga akhir tahun. Sedangkan di dalam negeri, Lili memprediksi nilai tukar rupiah masih akan mengalami depresiasi.
"Oleh karena itu, pelaku pasar mengharapkan realisasi pelaksanaan ketiga paket kebijakan ekonomi pemerintah dapat berjalan sehingga dapat mengurangi tekanan yang ada," ujar Lili
Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan sepakat penguatan rupiah menopang positifnya pasar obligasi. Namun, analisis dia, pasar obligasi masih akan mengalami volatilitas akibat masih adanya ketidakpastian global. "Terutama belum adanya kejelasan terkait kenaikan suku bunga the Fed," ujar Ariawan.
Dia memperkirakan rata-rata harga obligasi negara berpotensi menguat sekitar 100 basis poin hingga 300b basis poin di akhir tahun.
Sedangkan Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga mengatakan penguatan rupiah hanya akan berlangsung secara jangka pendek. Rupiah diperkirakan masih akan berfluktuasi hingga akhir tahun lantaran sentimen suku bunga the Fed dan ekonomi Tiongkok.
"Namun penguatan rupiah kali ini berdampak terhadap masuknya asing ke SBN (surat berharga negara) dan yield akan berangsur-angsur mengalami penurunan," tutur Desmon.
Penurunan yield juga akan berdampak positif terhadap pasar obligasi korporasi. Desmon memprediksi, penerbitan obligasi korporasi di kuartal IV akan membanjir. "Apalagi apabila inflasi membaik sehingga memberikan daya tarik bagi korporasi yang mencari pendanaan dari obligasi," ujar Desmon.
Dia memperkirakan yield surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun berpeluang turun ke level 8,2%-8,5% di akhir tahun. Penopangnya, angka laju yang terkendali. "Yield juga berpotensi turun karena pengaruh dari rencana pemerintah menurunkan administratif price seperti BBM dan tarif listrik," kata Desmon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News