kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar dinamis, reksadana campuran bisa jadi pilihan menarik


Senin, 14 Oktober 2019 / 09:46 WIB
Pasar dinamis, reksadana campuran bisa jadi pilihan menarik


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek reksadana campuran masih menarik di tengah fluktuasi pasar saham dan tingginya bunga obligasi. Kondisi tersebut justru bisa dimanfaatkan bagi investor untuk mulai masuk pada reksadana campuran yang lebih banyak menempatkan dananya di saham.

Momentum harga saham yang sudah banyak terkoreksi bisa dimanfaatkan investor untuk masuk ke reksadana campuran. Meskipun Direktur Utama Avrist Asset Management Hanif Mantiq mengakui sepanjang year to date (ytd), kinerja reksadana pendapatan tetap masih lebih unggul. "Produk campuran masih menarik. Jika awal tahun banyak di pendapatan tetap," ungkap Hanif kepada Kontan.co.id, Minggu (13/10).

Menurut Hanif, produk reksadana campuran yang menarik saat ini adalah yang lebih banyak menempatkan porsi investasinya di saham. Bahkan, dia menyarankan agar porsi saham ditambah ketika pasar saham sedang terkoreksi.

Produk reksadana campuran yang menetapkan bobot alokasi saham lebih besar dianggap sebagai pilihan yang menarik ketimbang obligasi. Berkaca pada kondisi saat ini, Hanif memperkirakan return yang bisa diperoleh investor sampai akhir tahun dari reksadana campuran bisa mencapai 6% hingga 8%.

Baca Juga: Kapitalisasi Pasar Emiten Big Cap Menyusut, BBCA Masih Jawara premium

Sedangkan Direktur Batavia Prosperindo Yulius Manto menilai produk reksadana campuran jadi pilihan yang tepat sekaligus fleksibel di tengah kondisi pasar yang cenderung dinamis saat ini dan ke depan.

"Tentunya untuk menyesuaikan kondisi yang ada. Kalau reksadana pendapatan tetap dalam kondisi seburuk-buruknya produk tersebut harus tetap punya 80%  alokasi di obligasi," ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (12/10).

Sebaliknya, untuk reksadana campuran yang cenderung fleksibel manajer investasi bisa merancang asset class disesuaikan dengan kondisi pasar yang ada. Artinya, ketika performa obligasi tengah memburuk maka bobot bisa diturunkan, begitu juga dengan saham.

Ditambah lagi, pasar saat ini tengah khawatir terhadap risiko krisis, alhasil reksadana campuran jadi produk yang fleksibel dan sesuai dengan ekspektasi pasar. Yulius memperkirakan tren suku bunga tahun depan cenderung masih akan turun, baik dari domestik maupun eksternal. Saat kondisi tersebut benar terjadi maka investasi obligasi akan diuntungkan.

Di sisi lain, Yulius menjelaskan bahwa level indeks saham Tanah Air sudah terdiskon dari price earning ratio (PER) 15 kali menjadi 14 kali. Jika ada sentimen positif dari negosiasi dagang, maka dampak ke pergerakan saham juga ikut positif, ditambah lagi dari sisi valuasi saham Indonesia secara historikal sudah lebih murah.

Baca Juga: Cari pinjaman tanpa agunan, bisa lewat Bukalapak

Memperhitungkan kondisi ke depan, jika manajer investasi membagi bobot investasi 50% di obligasi dan 50% di saham, maka potensi return untuk reksadana campuran berada di kisaran 6%-10% berdasarkan asumsi pesimistis. Jika optimistis, maka kisaran return reksadana campuran berada di 6%-12%.

Asumsi tersebut didapat dari asumsi suku bunga acuan masih akan turun 0,50% di tahun depan dan mampu mendorong return obligasi sekitar 3,5% hingga 5%. Sedangkan untuk saham, asumsinya laba akan tumbuh sekitar 7% hingga 8%. Alhasil, return yang bisa diperoleh berkisar 3% hingga 4%.

Adapun risiko dan sentimen yang menjadi perhatian bagi pergerakan reksadana campuran ke depan yakni perkembangan isu perang dagang antara AS dengan China. Namun, tak kalah penting yakni perkembangan isu domestik, khususnya pembentukan kabinet kerja pemerintah yang baru.

"Kita menanti apakan kebijakan ekonomi nantinya akan lebih pro pada pengetatan moneter atau pelonggaran moneter. Ini karena, akan menentukan seberapa cepat pertumbuhan ekonomi ke depan," jelas Yulius.

Baca Juga: IHSG menguat 0,71% di awal perdagangan Senin (14/10)

Apabila kebijakan pemerintah mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi, maka investasi saham akan lebih menarik. Sebaliknya, jika ekonomi diperlambat, maka obligasi jadi pilihan investasi yang lebih menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×