Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian ekonomi global yang kembali meningkat mendorong pelaku pasar memperbesar aset mereka paling likuid sebagai safe haven. Di tengah kondisi saat ini, Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf memproyeksikan dolar Amerika Serikat (AS) akan lebih diminati pelaku pasar daripada emas.
Penemuan strain baru virus Covid-19 yang lebih cepat menular menyulut kekhawatiran akan terjadinya lockdown dan perlambatan ekonomi. Kondisi ini membuat pelaku pasar cenderung mengamankan investasinya ke dalam aset safe haven seperti dolar AS dan emas.
Namun, di antara dua aset safe haven tersebut, Alwi mengatakan dolar AS memiliki likuiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan emas. Penyebabnya, semua bank sentral memiliki cadangan devisa dalam bentuk dolar AS. "Dalam memilih safe haven di tengah kondisi saat ini pelaku pasar cenderung memilih kas dalam bentuk dolar AS yang lebih likuid daripada emas," kata Alwi, Selasa (22/12).
Hingga akhir tahun, Alwi pun memproyeksikan dolar AS akan cenderung menguat. Sementara, momentum kenaikan harga emas akan lebih terbatas.
Baca Juga: Mengkilap tahun ini, pamor emas justru berpotensi meredup pada tahun depan
Alwi mengamati pelaku pasar sudah mengantisipasi berbagai sentimen yang menyokong kenaikan harga emas terlebih dahulu (priced in) hingga emas menyentuh harga tertinggi di sekitar US$ 1.900 per ons troi. "Lagipula ketika dolar AS menguat harga emas akan melemah karena penguatan dolar AS membuat harga emas menjadi semakin mahal, sehingga di tengah pelarian dana ke aset safe haven, pelaku pasar tetap lebih memilih dolar AS," kata Alwi.
Hingga akhir tahun ini Alwi memproyeksikan harga emas berpotensi menurun ke rentang US$ 1.800 per ons troi-US$ 1.820 per ons troi. Mengutip Bloomberg, harga emas Kamis (24/12) berada di US$ 1.883 per ons troi.
Baca Juga: Apa saja yang perlu diperhatikan investor di tahun depan?
Harga emas berpotensi menurun karena dalam jangka panjang ekonomi global akan pulih dan vaksin juga akan mengangkat risiko. "Ketika risk on kembali muncul pelaku pasar akan meninggalkan emas dan beralih ke saham, cukuplah emas tahun ini sentuh di US$ 2.000 per ons troi dan ke depan waktunya koreksi sambil melihat inflasi," kata Alwi.
Jika harga emas menguat, Alwi memproyeksikan penguatan tersebut tidak akan signifikan bahkan berpotensi terkikis permintaan emas kala ekonomi global mulai membaik.
Baca Juga: Tahun 2021 akan menjadi tahun investasi saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News