kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.235.000   -2.000   -0,09%
  • USD/IDR 16.633   -23,00   -0,14%
  • IDX 8.071   27,26   0,34%
  • KOMPAS100 1.115   1,03   0,09%
  • LQ45 783   -1,20   -0,15%
  • ISSI 284   1,67   0,59%
  • IDX30 411   -0,03   -0,01%
  • IDXHIDIV20 466   -1,32   -0,28%
  • IDX80 123   0,18   0,14%
  • IDXV30 133   -0,24   -0,18%
  • IDXQ30 130   0,01   0,01%

Otot Dolar AS Melemah, Rupiah Mampu Merangkak Naik?


Kamis, 02 Oktober 2025 / 18:04 WIB
Otot Dolar AS Melemah, Rupiah Mampu Merangkak Naik?
ILUSTRASI. Berdasarkan Trading Economics, pada Kamis (2/10) pukul 17.10 WIB, indeks dolar AS (DXY) turun 0,12% secara harian ke level 97,586.


Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTAOtot dolar Amerika Serikat (AS) loyo pada Kamis (2/10/2025), mengikuti data ketenagakerjaan AS yang lemah.

Berdasarkan Trading Economics, pada Kamis (2/10) pukul 17.10 WIB, indeks dolar AS (DXY) turun 0,12% secara harian ke level 97,586. 

Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo mencermati, pelemahan dolar AS akhir-akhir ini dipicu didorong kombinasi faktor politik dan data ekonomi yang mengecewakan pasar.

Secara langsung, penutupan pemerintah AS (government shutdown) yang terjadi untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun telah menekan dolar AS. 

“Sebab, penutupan ini mencerminkan disfungsi politik dan menunda rilis data ekonomi krusial,” terangnya kepada Kontan, Kamis (2/10/2025).

Baca Juga: Rupiah Kembali Menguat ke Rp 16.598 per Dolar AS Hari Ini, Simak Faktor Pendukungnya

Adapun secara tidak langsung, Sutopo mencermati, dolar AS dipengaruhi isu independensi Federal Reserve (The Fed) yang didorong oleh upaya Presiden Trump memecat Gubernur Lisa Cook.

Hal ini menciptakan kegelisahan pasar, meskipun penjadwalan sidang Mahkamah Agung telah sedikit meredakan ketidakpastian.

Ke depan, sentimen yang akan sangat mempengaruhi pergerakan dolar AS hingga akhir tahun berpusat pada resolusi dari isu-isu yang sedang berlangsung. 

Menurut Sutopo, pasar akan berfokus pada kelanjutan dari penutupan pemerintah dan dampaknya terhadap data ekonomi yang tertunda, terutama laporan Non-Farm Payrolls (NFP).

“Kejelasan mengenai masa depan kebijakan moneter The Fed juga krusial,” papar Sutopo.

Alias, jika The Fed memberi sinyal jeda atau pemangkasan suku bunga yang lebih awal karena pelemahan data, dolar AS akan semakin tertekan.

Sebaliknya, kesepakatan pendanaan pemerintah yang cepat dan data ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan dapat memicu rebound dolar AS. Mengingat, sentimen risiko global cenderung melihat dolar sebagai aset safe-haven.

Pengaruh ke Rupiah

Secara teori, memang, pelemahan dolar AS akan cenderung memperkuat rupiah dalam jangka pendek. 

“Namun, hingga akhir tahun, dampak pelemahan dolar AS terhadap rupiah mungkin terbatas,” jelas Sutopo.

Baca Juga: Rupiah Menguat 5 Hari Beruntun di Tengah Tekanan Atas Dolar AS, Kamis (2/10)

Pasalnya, Sutopo mencermati mata uang Garuda sendiri telah menunjukkan tren pelemahan yang signifikan, turun 0,89% sebulan terakhir dan 7,30% dalam setahun. 

Ketidakpastian global dan faktor domestik, seperti arus modal keluar atau kebutuhan impor, dapat menahan penguatan rupiah.

Karena itu, Sutopo menilai, rupiah akan lebih bergantung pada seberapa agresif pelemahan dolar, stabilitas harga komoditas ekspor Indonesia, dan kepercayaan investor terhadap pasar keuangan domestik.

Dus, Sutopo memprediksi, jika government shutdown berlarut-larut, indeks dolar AS diprediksi akan tertekan ke kisaran 96,5–97,0.

Namun, jika Kongres AS cepat mencapai kesepakatan, dan The Fed mempertahankan sikap higher for longer, indeks dolar AS berpotensi kembali menguji level 97,5 hingga 98,0.

Selanjutnya: Mayoritas Saham Big Banks Ditutup Melemah Kamis (2/10), Cermati Rekomendasi Analis

Menarik Dibaca: 4 Manfaat Minum Cuka Apel Sebelum Tidur, Bagus untuk Gula Darah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×