Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan rancangan peraturan baru untuk mendorong transaksi kontrak berjangka dan opsi atas efek dan indeks efek. Saat ini, OJK tengah meminta tanggapan dari pelaku industri dan masyarakat umum untuk peraturan ini.
Sebagai informasi, produk tersebut sudah ada di pasar modal sejak lama, hanya saja masih sepi peminat. RPOJK terkait Kontrak Berjangka dan Opsi atas Efek atau Indeks Efek ini ditargetkan rampung semester pertama 2019.
Deputi Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan, tujuan utama dari penerbitan POJK ini untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar, khususnya melalui produk derivatif di Bursa Efek Indonesia (BEI). Baik dengan underlying efek yang bersifat ekuitas, maupun efek yang bersifat surat utang.
Nantinya, produk ini akan menambah alternatif investasi sekaligus menjadi alat lindung nilai (hedging) bagi investor. "RPOJK ini juga merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yang suda ada, yakni peraturan III.E.1," kata Fakhri, Kamis (18/4).
Harapan dia, BEI bersama Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dapat segera menerapkan perdagangan Kontrak Berjangka dan Opsi atas Efek atau Indeks Efek setelah aturan tersebut dirilis.
Masih sepi
Sejatinya, kontrak berjangka indeks dan opsi saham bukanlah barang baru di pasar modal. Dulu, kontrak semacam ini merupakan produk utama keluaran Bursa Efek Surabaya, sebelum bergabung dengan Bursa Efek Jakarta menjadi BEI.
Di awal pembentukan BEI, kontrak berjangka dan opsi efek dan indeks masih ditawarkan, hanya saja peminatnya sepi. Pada 2016, BEI sempat meluncurkan Kontrak Berjangka Indeks Efek (KBIE) LQ45 atau IDX LQ-45 Futures. Namun, produk tersebut lagi-lagi sepi peminat.
Kali ini OJK juga menyiapkan strategi agar transaksi ramai. "Pengaturan produknya akan dibuat lebih ringkas dan dinamis, sehingga kami harapkan dapat menarik minat investor," jelas Fakhri.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengklaim, manajer investasi, para broker dan juga anggota bursa meminta bursa mengaktifkan kembali kontrak berjangka dan opsi atas efek dan indeks efek. "Banyak permintaan, dari broker, MI untuk hedging produk-produknya, juga dari AB," ucap dia.
Sepinya minat pelaku pasar terhadap produk Kontrak Berjangka dan Opsi atas Efek atau Indeks Efek ini ditengarai akibat masih sulitnya literasi ke pelaku pasar. "Ini adalah instrumen derivatif sebagai pelengkap dari underlying. Sepi karena proses literasi. Jadi, literasi harus kuat," kata Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan.
Menurut dia, agar produk Kontrak Berjangka dan Opsi atas Efek atau Indeks Efek bisa laris di pasar, dibutuhkan pemain atau orang-orang yang memiliki pengetahuan instrumen derivatif kuat, serta pasar atau likuiditas cukup.
Alfred mengakui, jumlah investor pasar modal yang meningkat empat tahun terakhir bisa menjadi bekal memperbesar pasar derivatif. Tetapi, edukasi harus dilaksanakan. "Belajar dari pengalaman kenapa kontrak LQ45 sepi, karena proses literasinya tidak dijalankan dengan agresif," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News