kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produk derivatif Indonesia tertinggal dari negara maju, ini kata BEI


Jumat, 19 April 2019 / 08:25 WIB
Produk derivatif Indonesia tertinggal dari negara maju, ini kata BEI


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih minimnya literasi Tanah Air, menjadi salah satu penyebab produk derivatif pasar modal Indonesia tertinggal dibandingkan negara maju lain.

Ini tercermin dari masih sepinya minat pelaku pasar untuk melirik produk derivatif yang ada, seperti Kontrak Berjangka dan Opsi atas Efek atau Indeks Efek.

"Boleh diakui, kita tertinggal dibandingkan negara lain yang sudah aktif seperti Korea, Singapura, Malaysia dan Thailand. Sejak berdiri (BEI) kita hanya secondary market, sedangkan derivatif belum aktif," ujar Direktur Utama BEI Inarno Djajadi saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/4).

Untuk itu, Inarno mengungkapkan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah melakukan sosialisasi dan mendengarkan berbagai kebutuhan pasar modal. Tidak lupa, untuk terus mencoba mengeluarkan berbagai produk-produk derivatif.

"Mungkin kita enggak bisa janji, untuk melakukan sesuatu kita akan berhasil. Tapi kalau pun enggak berhasil, kita akan coba dan usaha terus," tegasnya.

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mengatakan, pelaku pasar atau orang yang memiliki pengetahuan terhadap instrumen derivatif cenderung masih minim.

Padahal, instrumen derivatif merupakan fasilitas yang dibutuhkan investor untuk lebih eksisting di pasar modal, sekaligus sebagai instrumen pelengkap investasi.

"Faktor literasi yang buat ini enggak terlalu berkembang dan menarik, sementara kalau di bursa negara maju, ini (instrumen derivatif) menjadi sebuah keharusan," kata Alfred kepada Kontan.

Dia menegaskan, dalam hal itu Indonesia termasuk sudah tertinggal cukup lama ketimbang pasar modal di negara maju lainnya. Mengingat, instrumen derivatif seperti produk Kontrak Berjangka dan Opsi atas Efek atau Indeks Efek dianggap sebagai pendukung investasi.

"Kontrak berjangka, substansinya untuk mengurangi risiko bagi para investor. Jadi seharusnya itu ada, tapi kenapa engga bisa berkembang? karena pemahaman di kita enggak begitu besar," jelasnya.

Dia menjelaskan, idealnya instrumen derivatif bukan merupakan instrumen spekulasi, melainkan instrumen hedging.

Artinya, untuk bertransaksi di sina, dibutuhkan perhitungan yang tidak umum. Sehingga diperlukan pemahaman lebih dalam mengenai hitungan hedging, nilai option, dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×