Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Guna mendongrak imbal hasil (return), manajer investasi kerap memarkirkan dana pada saham-saham berkapitalisasi menengah atawa mid cap.
Begitu pula strategi PT Minna Padi Aset Manajemen dalam meracik produk reksadana campuran Minna Padi Keraton Balance. Budi Wihartanto, Direktur Minna Padi Aset Manajemen menuturkan, perusahaan memang mengalokasikan aset pada saham mid cap.
Sebab, di kala ekonomi mulai pulih, umumnya jenis saham ini melaju lebih kencang. "Kami pilih saham yang market cap nya agak medium tapi belum banyak dilirik manajer investasi lain," terangnya.
Merujuk fund fact sheet per Agustus 2016, lima efek saham terbesar yang digenggam yakni Bukit Uluwatu Villa, J Resources, Pan Brothers, Krakatau Steels, serta Bank Pembangunan Jawa Timur. Adapun lima efek surat utang terbesar yakni Modern Realty I 2015 A, Angkasa Pura II 2016 A, Bank BRI 2016 C, FR0061 dan FR0072.
Mayoritas dana memang ditempatkan pada efek saham yakni 64,16%. Sisanya berupa efek obligasi 9,49% dan instrumen pasar uang 26,35%. Ini sesuai kebijakan investasi perusahaan yang leluasa memarkirkan dana pada efek ekuitas 5% - 75%, efek obligasi 5% - 75%, dan instrumen pasar uang 5% - 75%.
Kendati demikian, secara year to date per September 2016, Minna Padi Keraton Balance hanya membukukan return 7,17%, masih kalah dibandingkan rata-rata return reksadana campuran Infovesta Balanced Fund Index yang mencapai 12,39% periode sama.
"Ini efek dari tahun sebelumnya. Beberapa saat lalu kami pernah merealisasikan kerugian satu hingga dua efek saham," tuturnya.
Budi masih optimistis, hingga pengujung tahun 2016, kinerja Minna Padi Keraton Balance dapat melampaui Infovesta Balanced Fund Index. Strateginya, perusahaan selalu mengelola portofolio secara aktif. Ada porsi aset yang bersifat core, ada pula yang bebas ditransaksikan mengikuti pergerakan pasar.
Setiap bulan, perusahaan juga konsisten mengevaluasi performa produknya dengan pihak-pihak yang bersangkutan.
Apalagi di waktu mendatang, pasar domestik berpotensi bullish. Situasi makroekonomi Indonesia memang membaik. Mulai dari inflasi yang terkendali, stabilitas rupiah, hingga tren penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI).
"Kami sudah price in sebelum prediksi katalis-katalis positif itu terwujud. Saat ini, kami berencana mempertahankan alokasi aset. Tapi ini fleksibel jika asumsi kondisi internal dan eksternal berubah," jelasnya.
Per 14 Oktober 2016, Minna Padi Keraton Balance telah diperdagangkan dengan nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) senilai Rp 2.791,93. Reksadana campuran ini telah mencetak dana kelolaan Rp 259,7 miliar per Agustus 2016.
Nah, investor yang berminat mengoleksi produk tersebut dapat melakukan investasi awal minimal Rp 250 ribu. Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 1%. Investor yang menjual kepemilikannya dalam waktu kurang dari enam bulan akan dikenakan biaya 1%.
Penjualan dalam kurun enam bulan hingga satu tahun dikutip biaya 0,5%. Sementara penjualan lebih dari satu tahun tidak akan dikenakan biaya. Selain itu, ada biaya manajer investasi 2% per tahun serta biaya bank kustodian 0,2% per tahun. Reksadana yang ditawarkan sejak 19 April 2006 ini menggunakan bank kustodian BII.
Senior Research Analyst pasardana.id Beben Feri Wibowo mengungkapkan, kinerja Minna Padi Keraton Balance tertekan akibat alokasi portofolio saham yang menyasara saham non bluechip. Apalagi alokasi pasar uang dan deposito lebih besar dari instrumen pendapatan tetap.
"Strategi investasi dinilai kurang optimal dalam memanfaatkan kondisi pasar saham dan pendapatan tetap di saat bullish sampai dengan kuaral III 2016," ujarnya.
Oleh karena itu, Beben meramal, sepanjang tahun 2016, return reksadana campuran ini akan sulit menembus level 10%. Namun, peluang masih terbuka tergantung strategi manajer investasi maupun kondisi pasar.
Proyeksi Beben, rata-rata return reksadana campuran sepanjang tahun 2016 akan mencapai 15% - 18%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News