Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Manajer investasi gencar membiakkan dana dalam Surat Berharga Negara (SBN) sepanjang tahun ini. Merujuk situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, per 13 Oktober 2016, kepemilikan industri reksadana di obligasi negara domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 80,55 triliun.
Angka tersebut bertambah sekitar Rp 18,95 triliun atau 30,76% dari posisi akhir tahun lalu yang tercatat Rp 61,6 triliun.
Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management menuturkan, penggerak utama yang memicu pertumbuhan reksadana di SBN berasal dari kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terbit awal tahun 2016.
Dalam POJK Nomor 1/POJK.05/20162015 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dana pensiun dan asuransi wajib memperbesar porsi investasi pada SBN sekitar 10%-20% untuk tahun ini. Batasan itu diperluas menjadi 20%-30% untuk tahun 2017.
Menurut Desmon, sebagian institusi asuransi dan dana pensiun sulit memenuhi ketentuan ini secara langsung. Sebab, mereka belum memiliki kemampuan membaca arah pasar SBN. "Deadline juga sangat pendek setahun harus 10%-20%. Ini naik bertahap," tuturnya.
Oleh karena itu, manajer investasi memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan produk reksadana berbasis obligasi negara. Semisal reksadana pendapatan tetap, reksadana terproteksi, serta reksadana campuran.
Mengacu data Infovesta Utama, per September 2016, dana kelolaan reksadana pendapatan tetap bertambah Rp 11,74 triliun atau 35,4% (Ytd) menjadi Rp 44,9 triliun. Serupa, dana kelolaan reksadana terproteksi menggemuk Rp 17,88 triliun atau 30,82% (Ytd) menjadi Rp 75,89 triliun. Begitu pula dengan dana kelolaan reksadana campuran yang tumbuh Rp 1,59 triliun atau 12,12% (Ytd) menjadi Rp 14,7 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News