Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Giliran PT Nara Hotel Internasional yang buka suara terkait kegaduhan yang membuat pencatatan sahamnya tertunda. Sebaliknya, perusahaan ini menilai kejanggalan justru terdapat pada aduan yang dilakukan sejumlah investor.
Hamdi Hassyarbaini, Komisaris Independen Nara Hotel menjelaskan, salah satu kejanggalan terjadi saat proses pemesanan saham. Investor sudah pesan saham dengan mengisi dan menandatangani formulir pemesanan pembelian saham (FPPS).
Mereka juga sudah mencentang pernyataan sudah membaca prospektus dan siap menanggung risiko dalam FPPS tersebut. Saat pesanan dipenuhi, alih-alih menerima justru mereka menolak.
Baca Juga: Nara Hotel lakukan audiensi bersama OJK dan BEI
Pesan 1.000 saham, pesanannya sudah dipenuhi, namun mereka menolak karena beralasan hanya ingin 100 saham ditambah pengembalian dana (refund).
Menurut Hamdi, alasan penolakan tersebut karena investor heran bisa dapat banyak saham sedangkan yang selama ini terjadi adalah, investor ritel hanya mendapat porsi saham sisa penjatahan pasti atawa fixed allotment.
Padahal, menurut Hamdi, di pasar modal ada prinsip yang harus dipegang teguh, my word is my bond. Instruksi lisan saja tidak bisa dibatalkan, apalagi dalam FPPS tersebut yang merupakan instruksi tertulis.
"Soal perubahan sudah dimuat di prospektus. Tidak ada alasan tidak baca prospektus, mereka sudah menyatakan baca di FPPS," jelas Hamdi kepada KONTAN akhir pekan ini.
Baca Juga: Dirut BEI Bilang, Pencatatan Saham NARA Ditunda Bukan Dibatalkan
Artinya, perubahan jatah fixed allotment dan penjatahan terpusat (pooling allotment) seharusnya bukan merupakan hal yang bisa dipermasalahkan.
Awalnya Nara Hotel menyiapkan maksimal 1% dari total emisi untuk pooling allotment. Allotment ini umumnya menjadi kesempatan investor ritel membeli saham initial public offering (IPO). Seiring dengan berjalannya proses tersebut, porsinya berubah menjadi minimal 1% untuk pooling.
Hamdi menjelaskan, perubahan terjadi lantaran pihaknya ingin mengubah persepsi selama ini yang menyebutkan, investor ritel tidak akan pernah dapat saham IPO karena sudah dikuasai oleh beberapa investor strategis. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Baca Juga: Menguat 1% dalam sepekan, ini sentimen pendorong IHSG
"Segelintir investor justru berpikir saham kami tidak laku," tandas Hamdi.
Padahal, saat bookbuilding dilakukan, saham yang terserap untuk fixed allotment juga cukup besar. "Realisasi untuk fixed allotment sekitar 34% dari jumlah saham yang diterbitkan," imbuhnya.
Selain poin revisi allotment yang menjadi poin keberatan, selentingan kabar yang menuding Nara Hotel melakukan penggelembungan atau mark up ekuitas sebelum IPO juga menjadi isu bagi sejumlah investor.
Baca Juga: Pencatatan saham Nara Hotel Internasional (NARA) ditunda, begini penjelasan BEI
Hamdi berujar, tudingan tersebut tidak masuk akal. Sebab, perusahaan yang bakal IPO sebelumnya sudah pasti disuntikan modal atau aset terlebih dahulu. "Dan semuanya sudah diperiksa profesi penunjang seperti KJPP, auditor dan lainnya," imbuhnya.
Dia menambahkan, pihaknya menduga kegaduhan ini muncul akibat ulah bandar pooling. "Mereka gagal menguasai saham kami dan memengaruhi investor lain yang tadinya ingin berinvestasi dengan niat baik," terang Hamdi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News