kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Muncul wacana pembatasan smelter, bagaimana dampaknya terhadap emiten nikel?


Minggu, 27 Juni 2021 / 16:58 WIB
Muncul wacana pembatasan smelter, bagaimana dampaknya terhadap emiten nikel?
ILUSTRASI. Foto udara, areal pabrik pengolahan ore nikel milik PT Antam Tbk di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (5/6/2021). ANTARA FOTO/Jojon/hp.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dikabarkan bakal mengusulkan pembatasan pembangunan smelter nikel baru kelas dua, yakni untuk feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI). Pembatasan pembangunan smelter nikel untuk FeNi dan NPI akan dilakukan setelah 30 smelter, yang sudah masuk dalam hitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terbangun.

Wacana pembatasan smelter ini ditujukan karena beberapa alasan, antara lain nilai tambah, mengamankan bahan baku untuk pabrik sel baterai, dan menjaga ketahanan cadangan bijih nikel.

Isnaputra Iskandar, Head of Research Maybank Kim Eng Sekuritas menilai, hingga saat ini kebijakan tersebut masih dalam taraf wacana. Isnaputra menilai, pemerintah akan berhati-hati untuk mengambil kebijakan ini karena terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, termasuk iklim investasi di sektor nikel.

Baca Juga: Punya kebun produktif untuk tunjang kinerja, Trimegah beri rekomendasi beli TAPG

Seandainya pun kebijakan pembatasan smelter ini diambil, dia menilai hal ini hanya akan berdampak terhadap proyek-proyek baru yang belum didiskusikan dengan pemerintah.

“Ini artinya, proyek-proyek yang sudah disetujui dan/atau didiskusikan dengan pemerintah, saya rasa akan tetap dapat dilanjutkan,” ujar Isnaputra kepada Kontan.co.id, Sabtu (27/6).

Dengan asumsi tersebut, Isnaputra menyebut wacana kebijakan pembatasan pembangunan smelter ini tidak akan mempengaruhi ekspansi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Dihubungi secara terpisah, Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto belum bisa berkomentar banyak terkait wacana ini. Sebab, setahu dirinya, kebijakan ini baru sebatas wacana.

Namun, saat ini memang pasar sedang kebanjiran produk FeNi dan NPI dari Indonesia. Bernardus menyebut, produk ini sampai sekarang hanya diserap oleh industri baja nirkarat. Sementara itu, pemerintah sedang menggalakkan industri baterai dan mobil listrik.

Baca Juga: Terdampak pengetatan PPKM Mikro, saham Mitra Adiperkasa (MAPI) direkomendasikan jual

Dengan alasan bahwa produk NPI/FeNi dari Indonesia saat ini membanjiri pasar dan menyebabkan kelebihan pasokan (oversupply) dan juga strategic alignment dengan visi pemerintah Indonesia, wacana pembatasan tersebut bisa dipahami oleh INCO.

“Ada banyak pertimbangan yang harus diambil kalau memang wacana kebijakan tersebut akan di realisasikan,” ujar Bernardus kepada Kontan.co.id, Jumat (27/6).

Vale Indonesia juga secara strategis harus melihat proyeksi pasar ke depan dan memilih jalur pengolahan bijih nikel yang sesuai, baik sesuai dengan kondisi pasar, sesuai dengan kadar dan kandungan kimiawi bijih, sesuai dengan target keekonomian yang ingin dicapai, serta tentu harus memperhatikan rambu-rambu yang ditetapkan pemerintah.

 

Bernardus tidak melihat wacana ini sebagai halangan untuk pengembangan bisnis INCO ke depan. “Kami akan secara realistis mengkaji opsi pengembangan yang akan memaksimalkan nilai bijih dalam jangka panjang, yang tentu saja terkait dengan proyeksi pasar di masa yang akan datang,”

Untuk diketahui, INCO bersama dua mitra kerja, yakni Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai), baru saja menandatangani dokumen perjanjian kerangka kerjasama proyek untuk fasilitas pengolahan nikel Bahodopi, pada Kamis (27/6).

Ketiganya akan akan membentuk perusahaan patungan atau join venture (JV Co) untuk membangun delapan lini pengolahan feronikel rotary kiln-electric furnace, dengan perkiraan produksi sebesar 73.000 metrik ton nikel per tahun beserta fasilitas pendukungnya.

Baca Juga: Satria Antaran Prima (SAPX) batal stock split, ini saran analis

Bernardus menyebut, dalam enam bulan ke depan, INCO dan mitra akan berusaha menyelesaikan semua persyaratan untuk mengambil keputusan investasi final. Adapun waktu konstruksi maksimal selama 36 bulan dan diharapkan bisa lebih cepat dari estimasi.

Sementara untuk proyek smelter Pomalaa, Bernardus bilang, INCO masih menyelesaikan semua key commercial term sheet sekaligus juga menyelesaikan technical feasibility study terkait mining dan High Pressure Acid Leach (HPAL).

“Ini negosiasi dua pihak, yakni PT Vale dan Sumitomo Metal Mining  (SMM). Jadi sangat dinamis. Kami sendiri mentargetkan semua (key commercial term sheet dan  technical feasibility study) bisa selesai awal tahun depan,” pungkas dia. 

Selanjutnya: Enam dividen cum date dividen pekan depan, simak saran analis berikut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×