Sumber: AFP | Editor: Yudho Winarto
NEW YORK. Harga minyak dunia diperdagangkan bervariasi pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena pasar mempertimbangkan data manufaktur mengecewakan dari konsumen energi utama Tiongkok.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, bertambah enam sen menjadi ditutup pada 47,61 dollar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Mei, patokan global, menetap di 55,11 dollar AS per barel di perdagangan London, turun 81 sen dari tingkat penutupan Senin.
Sementara Brent menghabiskan sebagian besar sesi di posisi merah, WTI berfluktuasi sebelum berakhir hampir di wilayah positif.
"Harga telah beredar di kisaran sempit, tanpa pergerakan besar," kata Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities.
"Masalah besar berlanjut bahwa pasar memperkirakan lebih banyak minyak, karena Arab Saudi terus memompa sekitar 10 juta barel per hari dan persediaan minyak AS diperkirakan akan meningkat lagi." Para pedagang menguatkan untuk kenaikan lain dalam laporan persediaan minyak mingguan AS pada Rabu. Laporan sebelumnya menunjukkan stok minyak mentah melonjak ke rekor tertinggi baru dalam pekan yang berakhir 13 Maret menguji batas daya tampung penyimpanan.
"Kenaikan persediaan diperkirakan membawa kapasitas penyimpanan di Amerika Serikat sekitar 100 % dalam beberapa waktu pada April," kata Melek.
Data yang secara tak terduga menunjukkan pelambatan manufaktur di Tiongkok memberikan beberapa tekanan kepada pasar. Aktivitas manufaktur Tiongkok mengalami kontraksi pada Maret pada tingkat tercepatnya dalam 11 bulan, HSBC mengatakan Selasa, menunjukkan memburuknya kondisi perekonomian terbesar kedua di dunia itu.
Indeks pembelian manajer (PMI) awal Tiongkok dari bank Inggris merosot menjadi 49,2 pada Maret dari 50,7 pada Februari. Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi, dan di atas 50 menunjukkan pertumbuhan.
"Memburuknya PMI menegaskan bahwa risiko penurunan pertumbuhan Tiongkok pada 2015 sudah mulai terwujud," ekonom Barclays mengatakan dalam sebuah catatan penelitiannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News