kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.240   -27,00   -0,17%
  • IDX 6.989   45,04   0,65%
  • KOMPAS100 1.018   6,62   0,65%
  • LQ45 776   6,81   0,89%
  • ISSI 230   0,38   0,16%
  • IDX30 399   4,22   1,07%
  • IDXHIDIV20 461   6,18   1,36%
  • IDX80 114   0,80   0,70%
  • IDXV30 116   1,09   0,95%
  • IDXQ30 129   1,14   0,89%

Minyak diprediksi menetap 40 sampai US$60 sebarel


Jumat, 20 Mei 2016 / 07:23 WIB
Minyak diprediksi menetap 40 sampai US$60 sebarel


Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri memperkirakan harga minyak dunia dalam jangka pendek maupun jangka panjang tetap berkisar 40 sampai US$ 60 per barel.

"Harga minyak itu dalam jangka pendek dan jangka panjang mungkin akan tetap pada level 40 sampai US$ 60 per barel. Kenapa? Karena negara-negara di Timur Tengah itu tidak kuat kalau harga minyaknya terus di bawah US$40 per barel," kata Chatib dalam acara "Citi Indonesia Market Outlook 2016" di Jakarta, Kamis (19/5) malam.

Ia menjelaskan baru pertama kali Arab Saudi harus utang, karena pendapatan dari minyaknya jatuh dan di sisi lain pengeluaran untuk subsidinya masih cukup besar.

"Arab Saudi juga sudah mencabut subsidi dan ini dilakukan karena harga minyaknya murah, mirip seperti Indonesia tahun lalu," tuturnya.

Namun, di sisi lain, kata dia, apabila harga minyak di atas 60 sampai mendekati US$70 per barel, maka shale gas bisa berproduksi dan tentu negara-negara di dalam OPEC tidak menginginkannya.

"Kalau shale gas produksi, itu akan jadi kompetitor dari oil jadi mungkin dalam jangka panjang harga minyak dunia ada pada kisaran sekitar 40 sampai US$60 per barel, tetapi dalam jangka pendek itu bisa naik apalagi, misalnya, ada berita bahwa cadangan AS menipis tiba-tiba, harga minyaknya bisa naik sebentar tetapi kemudian kembali turun lagi," ujarnya.

Terkait imbasnya dengan Indonesia, Chatib menyatakan efeknya terjadi pada "threat balance" subsidi kita.

"Karena harga minyaknya juga rendah, maka subsidinya juga tidak ada tentu efeknya kepada impor migasnya jauh lebih kecil. Namun, di sisi lain dengan harga minyak yang rendah ekspor kita juga kecil, saya tidak terlalu khawatir dengan isu current account sampai dua tahun dari sekarang karena isu dari current account datangnya dari infrastruktur bukan dari minyak," ucap Chatib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×