Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, aturan electronic bookbuilding (EBB) yang rencananya terbit Oktober 2019 mengharuskan investor memiliki Single Investor Identification (SID). Asal tahu saja, SID adalah nomor tunggal identitas investor pasar modal Indonesia yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Sementara itu, EBB atau e-bookbuilding adalah kegiatan bookbuilding secara elektronik. Kemudian, bookbuilding adalah proses penawaran awal untuk menentukan harga jual saham saat penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) dengan melihat minat beli investor.
Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, sebelumnya, untuk memesan saham IPO, investor tidak diwajibkan memiliki SID melainkan cukup menyerahkan salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP). “Semua nanti harus pakai SID daripada KTP,” kata dia di Jakarta, Kamis (25/7).
Menurut Hoesen, aturan menggunakan SID ini bisa meminimalkan joki saham-saham IPO yang bertugas memesan saham IPO untuk pengepul saham tersebut.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Octavianus Budiyanto mengatakan, dirinya tidak yakin aturan ini dapat menghilangkan joki saham 100%. Menurut dia, biasanya yang melanggar aturan bisa lebih pintar dari yang buat aturan.
“Joki bisa dua bentuknya, bisa berasal dari orang-orang yang memang mau cari uang dan ada juga yang dimanfaatkan sama emiten agar kepemilikan sahamnya tidak keluar,” ucap dia.
Meskipun begitu, ia yakin dengan EBB ini maka proses bookbuilding saham IPO bisa lebih transparan. Aturan ini juga ia nilai bisa meminimalkan auto reject atas saham-saham IPO.
Sebagai informasi, EBB adalah salah satu cara untuk membuat harga saham perdana atau saham IPO menjadi lebih objektif dan distribusi saham menjadi lebih merata.
Tindakan ini adalah salah satu respons OJK dalam melihat fenomena lonjakan harga saham IPO. Dengan aturan baru ini, diharapkan penyebaran saham lebih merata ke investor dan pembentukan harga lebih transparan.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, dengan adanya EBB ini, fix allotment akan lebih banyak menyebar ke investor ritel.
Menurut Nyoman saat ini, suplai dari saham-saham IPO tersebut memang ada. Namun, permintaannya dipegang oleh pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, dengan EBB ini, investor ritel bisa dapat dengan lebih mudah mengakses bookbuilding.
Nantinya, bookbuilding akan ditawarkan pada periode penawaran dan investor bisa terlebih dahulu melihat prospektus. Di bookbuilding periode selanjutnya, investor ritel maupun institusi bisa melakukan penawaran.
EBB juga diharapkan bisa memperluas cakupan investor karena semua orang diberikan kesempatan untuk memasukkan identitas melalui aplikasi tersebut. Investor juga bisa melihat penawaran dan pricing sehingga saham IPO tersebut terlihat seleranya.
Dengan melihat seleranya, diharapkan pricing yang dilakukan saat bookbuilding mencerminkan harga dengan bentuk yang lebih luas dan lebih mencerminkan permintaan yang sesungguhnya dari perusahaan yang akan mencatatkan diri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News