Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fakta tersebut terungkap dalam survei mengenai perilaku dalam berinvestasi bertajuk Study Investor Global Schroders (SIGS) 2017 yang dirilis oleh PT Schroders Investment Management Indonesia, pada Kamis (23/11). Survei ini melibatkan 22.100 responden dari 30 negara selama bulan Januari hingga Juni 2017.
Survei tersebut menunjukkan, khusus di Indonesia, 21% masyarakat memprioritaskan penggunaan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) di tahun depan untuk berinvestasi pada saham, obligasi atau komoditas. Selain itu, jumlah yang memprioritaskan investasinya di bidang properti juga mencapai 21%.
Direktur Schroders Investment Management Indonesia Michael T. Tjoajadi mengakui, saham, obligasi, atau komoditas menjadi instrumen investasi favorit. Sebanyak 23% masyarakat global menyukai jenis investasi tersebut. "Saham, obligasi dan komoditas merupakan kombinasi yang ideal untuk investasi jangka pendek maupun jangka panjang," kata dia, dalam paparan hasil survei, kemarin.
Sedangkan minat berinvestasi properti di Indonesia yang tinggi, menurut Michael, berkat budaya yang kuat di masyarakat untuk berinvestasi di properti. Ini berbeda dengan investor global, di mana hanya 13% yang memprioritaskan properti.
Alasan utama masyarakat Indonesia berinvestasi adalah untuk membantu anggota keluarga dengan cara memberikan penghasilan di masa kini maupun di masa depan. Namun imbal hasil yang diharapkan dinilai kurang realistis.
Hasil survei menunjukkan, 98% masyarakat Indonesia berharap dapat memperoleh imbal hasil 17,1% per tahun ketika berinvestasi dalam jangka waktu lima tahun. Sementara hanya 1% yang merasa akan mengalami kerugian saat berinvestasi.
Menurut Michael, angka tersebut jauh melampaui ekspektasi masyarakat global yang menginginkan imbal hasil tahunan 10,2%. Bahkan, indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) hanya sanggup memberi imbal hasil 7,2% per tahun dalam 30 tahun terakhir.
Selain itu, emosi mempengaruhi cara berinvestasi. Sebanyak 6 dari 10 responden mengaku emosi berperan penting saat membuat keputusan finansial.
Michael berpendapat, tingginya ekspektasi imbal hasil memperlihatkan adanya kesenjangan pengetahuan seputar investasi pada masyarakat Indonesia.
Untungnya, survei memperlihatkan, 88% responden merasa perlu meningkatkan pengetahuan investasi. Terlebih lagi, 92% di antaranya tergolong dalam investor milenial dengan rentang usia 18 sampai 35 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News