Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Manajer investasi perlahan mulai mengembangkan produk saham berbasis syariah untuk memperbesar porsi saham syariah dalam industri reksadana. Pasalnya, kebutuhan akan produk investasi berbasis syariah mulai bermunculan, tetapi belum diimbangi dengan ketersediaan yang cukup.
Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), komposisi Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Per Januari 2017 mencapai Rp342,6 triliun. Adapun persentase saham syariah dari total NAB tersebut hanya sebesar 2,43% atau senilai Rp8,3 triliun.
Porsi reksadana saham syariah yang masih kecil tersebut, kemudian ditangkap oleh manajer investasi untuk mengembangkan produk berbasis syariah di Tanah Air.
Salah satu manajer investasi yang baru saja meluncurkan produk saham syariah adalah Capital Asset Management pada 6 Februari 2017. Adapun produk anyar tersebut bernama Reksa Dana Syariah Capital Sharia Equity.
Desmon Silitonga, Fund Manager dari PT Capital Asset Management bilang, pihaknya ingin memanfaatkan ruang bagi produk saham syariah di Tanah Air. “Secara industri, reksadana berbasis syariah itu sangat kecil porsinya. Dengan porsi sekecil itu, manajer investasi sebenarnya masih punya ruang yang lebih besar untuk mengembangkan syariah,” ujarnya kepada KONTAN, Selasa (14/2).
Dia menyebut, total Asset Under Management (AUM) industri reksadana per Januari 2017 mencapai Rp352,7 triliun. Dari situ, lanjutnya, persentase reksadana syariah hanya 4,4% dari total dana kelolaan. “Itu masih kecil dan didominasi oleh reksadana saham,” imbuhnya.
Setali tiga uang, PT Majoris Asset Management juga meluncurkan produk saham syariah pada 10 Februari 2017 lalu. Zulfa Hendri, Direktur Utama PT Majoris Asset Management menyebut pihaknya ingin berpartisipasi aktif di reksadana syariah karena market share di Indonesia untuk syariah masih terbilang kecil, yakni di bawah 5%.
Lebih lanjut Zulfa bilang, Indonesia memiliki size syariah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Malaysia. Namun, porsi reksadana syariahnya kecil sekali. “Kalau Malaysia itu majority pasar modal syariahnya mendominasi dengan size yang sebenarnya secara nominal jauh di bawah kita” ujarnya kepada KONTAN.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pihaknya meluncurkan produk baru bernama Reksadana Majoris Saham Syariah Indonesia.
Namun begitu, menurut Desmon, produk reksadana saham berbasis syariah belum terlalu berkembang lantaran banyak yang mempersepsikan pengelolaan produk ini ribet. Dia menjelaskan, pengelolaan reksadana syariah memang berbeda dengan konvensional. “Kalau yang konvensional tidak ada dewan pengawas, sementara syariah ada dewan pengawas yang mendapat izin dari Dewan Syariah Nasional,” katanya.
Selain itu, reksadana saham syariah juga memiliki batasan tertentu terkait pengelolaan dana. Dengan kata lain, semua saham yang ada harus berdasarkan daftar syariah yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sehingga, hanya saham-saham tertentu yang diperbolehkan, seperti komoditas, infrastruktur, atau konsumsi. “Kalau saham perbankan atau industri rokok, itu tidak bisa masuk,” ungkapnya.
Zulfa menambahkan, ketika ekonomi dalam keadaan tidak stabil pun, reksadana saham syariah masih ada dalam kondisi yang lebih stabil dibandingkan dengan reksadana saham yang konvensional. “Jadi kalau dianalisis itu, ke depan, saya yakin reksadana saham syariah ini bisa jadi pilihan orang untuk berinvestasi karena seleksinya sudah lebih ketat dibandingkan saham-saham lain,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News