Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Yudho Winarto
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pihaknya meluncurkan produk baru bernama Reksadana Majoris Saham Syariah Indonesia.
Namun begitu, menurut Desmon, produk reksadana saham berbasis syariah belum terlalu berkembang lantaran banyak yang mempersepsikan pengelolaan produk ini ribet. Dia menjelaskan, pengelolaan reksadana syariah memang berbeda dengan konvensional. “Kalau yang konvensional tidak ada dewan pengawas, sementara syariah ada dewan pengawas yang mendapat izin dari Dewan Syariah Nasional,” katanya.
Selain itu, reksadana saham syariah juga memiliki batasan tertentu terkait pengelolaan dana. Dengan kata lain, semua saham yang ada harus berdasarkan daftar syariah yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sehingga, hanya saham-saham tertentu yang diperbolehkan, seperti komoditas, infrastruktur, atau konsumsi. “Kalau saham perbankan atau industri rokok, itu tidak bisa masuk,” ungkapnya.
Zulfa menambahkan, ketika ekonomi dalam keadaan tidak stabil pun, reksadana saham syariah masih ada dalam kondisi yang lebih stabil dibandingkan dengan reksadana saham yang konvensional. “Jadi kalau dianalisis itu, ke depan, saya yakin reksadana saham syariah ini bisa jadi pilihan orang untuk berinvestasi karena seleksinya sudah lebih ketat dibandingkan saham-saham lain,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News