kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menjelang rapat FOMC, saham emiten perbankan masih prospektif


Rabu, 18 September 2019 / 12:35 WIB
Menjelang rapat FOMC, saham emiten perbankan masih prospektif
ILUSTRASI. IHSG DITUTUP MENGUAT


Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepekan lalu, periode 9-13 September 2019, indeks sektor keuangan menguat 0,92% dan menjadi indeks sektor dengan penguatan terbesar ketiga. Namun, perdagangan Senin (16/9) kemarin, sektor keuangan terkoreksi 20,52 poin atau 1,62%.

Bukan hanya sektor itu, tapi sektor lain juga turun karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang memang sedang terkoreksi hingga 115,4 poin. Penyebabnya adalah pasar sedang terkejut terhadap kenaikan tarif cukai rokok, sehingga seluruh sektor termasuk keuangan ikut terkoreksi. Alhasil, emiten perbankan juga terkena dampaknya.

Kendati demikian, sejumlah analis menyatakan prospek emiten perbankan diperkirakan akan tetap kuat. Faktor utamanya adalah sentimen positif hasil rapat FOMC, yaitu kemungkinan The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuannya.

Baca Juga: IHSG menguat ke 6.265 pada penutupan perdagangan sesi I

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengungkapkan terkoreksinya emiten perbankan pada Senin (16/9) karena saham GGRM dan HMSP sempat turun lebih dari 20%.

"Saham blue chip turun 20% itu tidak normal. Pengumuman kenaikan tarif cukai memang sangat mengejutkan pasar," ujar Suria kepada Kontan.co.id pada Senin (16/9). 

Sementara itu, ia menilai penguatan indeks sektor keuangan sepekan lalu karena dua sentimen positif. Pertama, European Central Bank (ECB) sudah menurunkan suku bunganya lebih dahulu. Kedua, pasar tengah menunggu kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga pada saat rapat FOMC pekan ini.

Dua sentimen itulah yang Suria nilai masih akan memberikan penguatan terhadap emiten perbankan di pekan ini.

Pada kesempatan berbeda, Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan juga menyatakan hal serupa. Prospek emiten perbankan masih bagus dan positif jika benar The Fed menurunkan bunganya. Terlebih lagi, IHSG mengalami rebound dalam dua hari ini.

Baca Juga: Bursa Asia bergerak tipis, menunggu aksi dua bank sentral pekan ini

Itu membuktikan pasar masih melihat peluang The Fed memangkas. Ditambah lagi, ada ruang untuk pasar domestik karena Bank Indonesia (BI) diperkirakan juga memangkas mengikuti tindakan The Fed. 

Frederik Rasali, Vice President Artha Sekuritas juga berpendapat kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga sangat tinggi. Namun, pergerakan saham perbankan yang disinyalir positif tidak serta merta mengantisipasi keputusan The Fed. Karena awal September lalu saham-saham perbankan sudah turun tajam.

Maka, Frederik melihat peningkatan emiten perbankan juga bisa dipicu oleh indikator teknikal. "Namun, penurunan suku bunga bisa menjadi pedang mata dua bagi perbankan," tutur Frederick.

Menurut Frederik, di satu sisi pasar akan senang karena cost of fund tentu menurun, tapi di sisi lain tingkat bunga kredit juga ikut menurun. Oleh karenanya, pemangkasan suku bunga diharapkan dapat membantu peningkatan volume kredit dan jumlah nasabah yang bertransaksi di bank. Sehingga dapat menopang perbankan melalui pendapatan nonbunga (fee based income).

Suria juga memaparkan hal serupa. Meski pemangkasan suku bunga positif untuk emiten perbankan secara keseluruhan, kondisi perbankan di Indonesia sekarang sedang ada masalah likuiditas. Berdasarkan catatan Suria, loan to deposit ratio (LDR) atau rasio LDR perbankan Indonesia sudah mencapai lebih dari 90%. Artinya, likuiditas bank mengalami keketatan dan utamanya bank-bank BUKU IV. 

Baca Juga: Tren penurunan suku bunga topang kenaikan permintaan sukuk

"Data bulan Juni, LDR bank BUKU IV rata-rata mencapai 95%. Likuiditas bank BUKU IV lebih bagus dari bank-bank lain. Namun, bank BUKU III terdampak dan pertumbuhan depositnya menjadi negatif. Itu karena deposito masyarakat terpusat di bank BUKU IV," papar Suria.

Di tengah kondisi itu, Suria menilai lebih baik jika BI juga menurunkan suku bunganya. Sebab, itu akan membantu bank-bank kecil yang tertekan menjadi lebih bisa bernafas.

Baca Juga: Kredit melandai di saat DPK naik, likuiditas perbankan mulai longgar

Alfred juga menyatakan jika suku bunga turun kinerja perbankan dapat meningkat. Menurutnya, perlu digarisbawahi jika BI ikut memangkas suku bunga bukan karena untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, melainkan guna menjaga pertumbuhan.

"Karena Indonesia memang sedang terkena efek perang dagang, jadi pemangkasan suku bunga BI merupakan salah satu caranya menjaga pertumbuhan," tutup Alfred. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×