Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga perak kian tergencet. Sinyal lesunya permintaan dari China diperberat dengan nilai mata uang dollar Amerika Serikat (AS) yang lebih mahal. Sentimen ini menggerus daya tarik perak.
Mengutip Bloomberg, Selasa (15/9) pukul 16.42 WIB, harga perak pengiriman Desember 2015 di Commodity Exchange turun 0,42% ke level US$ 14,36 per troi ons. Selama tiga hari terakhir, komoditas yang tergolong logam mulia ini sudah tergerus 2,39%.
Research and Analyst Monex Investindo Futures Faisyal menilai, perlambatan ekonomi global, terutama China menghambat kenaikan harga komoditas logam. Sebab, pasar khawatir permintaan dari China akan terus turun. Padahal, Negeri Panda salah satu pengguna perak terbesar. Kekhawatiran itu muncul seiring rilis data ekonomi China yang belum memperlihatkan perbaikan.
Data produksi industri bulan Agustus 2015 dilaporkan tumbuh 6,1% year on year. Tingkat pertumbuhan itu meleset dari harapan, yaitu 6,3%. Lalu, peningkatan investasi selama delapan bulan pertama hanya 10,9%. Ini terendah dalam 15 tahun.
Senior market strategist RJO Futures, Phil Streible menyebut, saat ini, semua mengkhawatirkan mengenai permintaan. "Meski pasokan berkurang, tapi penurunan permintaan lebih tajam, sehingga menyeret harga perak," katanya seperti dikutip Bloomberg, Selasa (15/9).
Harga perak semakin tergencet dengan mahalnya dollar AS. Maklum, spekulasi kenaikan suku bunga The Fed melambungkan mata uang Paman Sam. Ini terjadi jelang pertemuan dewan moneter The Fed (FOMC meeting) pada akhir pekan ini. Kata Faisyal, sekalipun hasil pertemuan tersebut masih menahan kenaikan suku bunga, harga perak tak otomatis bisa rebound. Pasalnya, faktor fundamental permintaan global masih loyo.
"Selama belum ada perbaikan ekonomi global terutama di China, harga perak akan dalam tren turun," proyeksinya. Sejauh ini, stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah Tiongkok belum berdampak besar pada perbaikan ekonomi. Padahal, per Agustus lalu, cadangan devisa sudah terpangkas sebesar US$ 93,9 miliar menjadi US$ 3,58 triliun.
Meski sama-sama logam mulia, menurut Faisyal, pergerakan harga perak berbeda dengan emas yang bisa rebound kala bursa saham anjlok. "Perak bukan safe haven seperti emas, sehingga pergerakannya hanya tergantung permintaan dan nilai tukar dollar AS," imbuhnya.
Dari sisi teknikal, perak juga dalam tren bearish. Harga bergerak di bawah MA 50, 100 dan 200. Lalu, MACD berada di level minus 0,1373, sehingga menegaskan tren turun. Indikator stochastic netral di level 46, tapi sinyal bergerak ke bawah. Kemudian, RSI bergerak ke bawah dari level 40. Faisyal menduga, hingga akhir pekan ini, perak bisa menuju support US$ 13,95, dengan level resistance US$ 14,85 per ons troi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News