Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pergerakan indeks saham lokal dan rupiah masih fluktuatif. Dua instrumen itu masih digoyang oleh berbagai sentimen. Lantas, dengan kondisi seperti ini, bagaimana strategi untuk memilah reksadana mana yang perlu dilirik atau bahkan dihindari?
Analis Sucorinvest Asset Management, Jemmy Paul mengatakan, sebenarnya dengan penguatan dollar seperti ini maka reksadana yang bagus adalah reksadana dengan underlying dollar. "Tapi, reksadana dengan tenor pendek, sekitar satu atau dua bulan" imbuhnya, Rabu (14/9).
Pasalnya, lanjut Jemmy, secara yield, reksadana kita sudah menyentuh bottom. Namun, yang perlu diingat, resiko pelemahan rupiah masih ada. Dia juga menjelaskan, kalau indeks saham maupun obligasi berbalik naik, meski masih ada resiko pelemahan rupiah, maka reksadana tenor jangka pendek tetap akan naik.
Sementara, jika bicara mengenai sektoral, reksadana khusus seperti komoditas dan infrastruktur boleh dilirik. Soalnya, meski rupiah sedang melemah, sentimen terkait infrastruktur dan permintaan komoditas mulai positif.
"Tapi sebenarnya, yang paling penting itu cari reksadana yang punya beta rendah dan alpha tinggi. Ini agak susah melihatnya, tapi bisa dilihat dari track record -nya terutama saham-saham yang punya potensi kenaikan," jelas Jemmy.
Jemmy juga menguraikan, jika berbicara masalah produk seperti reksadana terproteksi atau fixed income, itu kembali lagi soal profil resiko masing-masing investor. Kalau berani ambil resiko, investor bisa melirik reksadana saham mengingat saat ini saham sedang murah. Tapi jika ingin konservatif maka pilihlah fixed income khususnya yang memiliki underlying obligasi pemerintah.
Dia beralasan, yield maturity bonds pemerintah sudah sebesar 7%-8%. Angka ini lebih tinggi dibanding produk reksadana yang lain. "Jadi, secara fundamental government bonds sudah cukup murah," pungkas Jemmy.
Sementara Wendy Isnandar, Direktur Manajemen Investasi, beberapa waktu lalu pernah mengatakan jika reksadana yang bagus adalah reksadana khusus yang berbasis konsumer. Valuasi sektor konsumer memang tinggi tapi memang sudah seharusnya seperti itu.
Sektor infrastruktur dan konstruksi juga boleh dilirik. "Tapi, masalah shifting portofolio itu rahasia perusahaan dong," pungkasnya sambil tersenyum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News