Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten sektor properti diproyeksikan bakal berat di tahun 2025 lantaran masih banyaknya sentimen negatif dari kondisi ekonomi secara umum.
Kinerja IDX Properties & Real Estate sudah turun 2,33% sejak awal tahun alias year to date (YTD). Padahal, indeks ini tercatat naik 5,97% sepanjang tahun lalu.
Penurunan kinerja indeks itu terjadi di tengah sejumlah sentimen positif dan negatif yang membayangi sektor properti.
Misalnya, pemerintah kembali memberikan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun di sepanjang tahun 2025. Besaran insentif mencapai 50%-100% untuk rumah dengan harga hingga Rp 5 miliar.
Baca Juga: Sektor Infrastruktur Tertekan Pemangkasan Anggaran, Cek Rekomendasi Analis
Perpanjangan insentif PPN DTP di tahun ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025. Pemerintah sudah memberikan insentif serupa pada tahun 2023 dan 2024.
Tak hanya itu, suku bunga yang masih relatif rendah juga menjadi katalis positif bagi sektor properti, mengingat Bank Indonesia (BI) baru saja menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,75% pada Januari lalu.
Di sisi lain, masih terdapat potensi penurunan daya beli masyarakat di tahun ini. Tengok saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan, indeks harga konsumen (IHK) pada Januari 2025 tercatat deflasi sebesar 0,76% month to month (mtm).
Deflasi ini merupakan yang terdalam sejak 26 tahun silam. Mengingat, deflasi tertinggi sebelumnya di cetak pada Agustus 1999, dengan deflasi sebesar 0,93%.
Terkait hal ini, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mengaku masih optimistis dengan bisnis properti di tahun 2025, terutama didorong oleh era suku bunga rendah.
Direktur CTRA Harun Hajadi mengatakan, penurunan suku bunga BI diyakini akan menurunkan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang bisa meningkatkan permintaan masyarakat terhadap produk properti.
“Kami yakin permintaan perumahan masih besar selama ada fasilitas pembiayaan KPR. Tanpa ketersediaan pembiayaan KPR, maka pasti akan sulit,” ujarnya kepada Kontan Rabu (5/2).
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham Emiten yang Memiliki Obligasi Jatuh Tempo di Bulan Ini
CTRA mengantongi pendapatan prapenjualan alias marketing sales sebesar Rp 11,02 triliun sepanjang tahun 2024, naik 8% year on year (yoy). Secara rinci, marketing sales dari penjualan reguler mencakup Rp 8,028 triliun dan marketing sales dari penjualan menggunakan PPN DTP sebesar Rp 2,98 triliun.
PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) juga mengaku meraup keuntungan dari PPN DTP di sepanjang tahun lalu. SMRA sendiri mampu menjual produk-produk dengan insentif PPN DTP senilai Rp 1,8 triliun atau mencapai 41% dari total marketing sales 2024 yang senilai Rp 4,36 triliun.
“SMRA saat ini fokus mengejar waktu penyelesaian untuk produk-produk yang sedang dalam pembangunan untuk memaksimalkan peluang pertumbuhan kinerja dari diperpanjangnya insentif PPN DTP,” ujar Direktur Summarecon Agung, Lydia Tjio, kepada Kontan beberapa waktu lalu.
Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah melihat, penurunan yang terjadi pada IDX Properties & Real Estate disebabkan oleh penurunan saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Melansir RTI, saham PANI sudah turun 30,78% YTD.
“Di tahun 2025, indeks ini akan jauh lebih stabil ketika tekanan yang terjadi pada saham PANI dan anak usahanya, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK), mulai mereda,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (7/2).
PANI dan CBDK dilihat berpengaruh signifikan ke kinerja indeks, meskipun Kosambi Sukses baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 13 Januari 2025. Saham CBDK sentuh auto reject atas (ARA) selama lima hari berturut-turut setelah perseroan resmi initial public offering (IPO).
Melansir RTI, saham CBDK turun 5,30% dalam sepekan terakhir ke Rp 7.600 per saham.
Selain itu, sentimen positif untuk kinerja emiten konstituen indeks ini juga bisa didorong apabila terjadi pemangkasan suku bunga BI.
Baca Juga: Sentimen Beragam, Simak Prospek Kinerja Ciputra Development (CTRA) di Tahun 2025
“Jika pemangkasan suku bunga oleh BI bisa berlanjut dan disertai nilai tukar rupiah yang membaik, ini bisa menjadi katalis positif untuk IDX Properties & Real Estate,” ungkapnya.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis Setyo Wibowo melihat, penurunan kinerja IDX Properties & Real Estate dikarenakan sentimen negatif lanjutan setelah kinerja di kuartal III 2024 di bawah ekspektasi.
Hal itu pun membuat pelaku pasar melakukan profit taking di awal tahun 2025. Pasar juga masih cenderung wait and see karena ada kekhawatiran bahwa daya beli masyarakat masih melemah.
“Hanya penurunan suku bunga dan perpanjangan insentif PPN DTP hingga tahun 2025 yang memberikan peluang untuk sektor properti,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (7/2).
Prospek kinerja IDX Properties & Real Estate di tahun 2025 tetap memiliki peluang untuk tumbuh positif. Kinerja bisnis para emiten konstituen indeks juga berpeluang membaik seiring dengan penurunan suku bunga BI.
Hanya saja, tantangan saat ini berupa sentimen negatif dari pasar global yang menyebabkan ketidakpastian makroekonomi membuat pelaku pasar cenderung wait and see untuk sektor properti.
Di tahun ini, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), CTRA, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PANI, dan SMRA berpeluang kembali menjadi emiten konstituen penopang IDX Properties & Real Estate, mengingat bobot masing-masing saham cukup besar terhadap indeks.
“Namun, PANI dan CBDK juga bisa menjadi pemberat IDX Properties & Real Estate jika pasar menilai kenaikan harga sebelumnya sudah waktunya pelaku pasar profit taking,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemangkasan anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menjadi Rp 1,6 triliun untuk pagu tahun 2025 juga berdampak ke kinerja emiten properti secara keseluruhan, meskipun tidak terlalu signifikan.
Sebab, hanya emiten dengan cakupan pasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saja yang terdampak. Sementara, emiten properti berkapitalisasi pasar besar di Bursa tak menyasar MBR.
“Sentimen positif untuk tahun ini masih berasal dari potensi penurunan suku bunga dan perpanjangan PPN DTP. Sementara, sentimen negatif berasal dari pelemahan daya beli dan persaingan yang ketat,” paparnya.
Azis merekomendasikan hold untuk saham CTRA, BSDE, dan PWON dengan target harga masing-masing Rp 1.035 per saham, Rp 1.000 per saham, dan Rp 420 per saham.
Selanjutnya: Dukung Ekosistem AI, ISC Tambah Kapasitas Data Center
Menarik Dibaca: Cara Mudah Top Up Saldo BRIZZI di Shopee dengan NFC
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News