kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Menilik Prospek Saham Produsen CPO di Tengah Kenaikan Harga CPO


Senin, 17 Januari 2022 / 07:00 WIB
Menilik Prospek Saham Produsen CPO di Tengah Kenaikan Harga CPO


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga jual minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) terus bertahan di atas level RM 5.000 per ton. Berdasarkan data Bursa Derivatif Malaysia, harga CPO kontrak pengiriman Maret 2022 per Jumat (14/1) berada di level RM 5.123 per ton.

Harga tersebut meningkat 9,07% dibandingkan dengan harga pada akhir tahun 2021 yang berada di level RM 4.697 per ton. Harga ini juga sudah naik 1,73% dibandingkan harga penutupan Rabu (5/1) yang berada di RM 5.036 per ton setelah sebelumnya berada di bawah RM 5.000.

Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi memprediksi, harga CPO yang tinggi ini akan bertahan sampai dengan kuartal I-2022. "Selanjutnya harga akan mulai turun pada kuartal II hingga kuartal III karena produksi CPO yang mulai naik," kata Wafi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (14/1).

Sejalan dengan kenaikan harga CPO belakangan ini, saham-saham CPO juga terlihat bergerak positif sejak awal tahun 2022. Sebagai contoh, harga saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tercatat naik 5% secara year to date (ytd) ke posisi Rp 9.975 per saham.

Baca Juga: IHSG Diprediksi Lanjut Menguat pada Senin (17/1), Saham Big Cap Potensial Jadi Mover

Kemudian, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) terkerek 2,95% menjadi Rp 1.220, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) meningkat 6% menjadi Rp 530, dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) bergerak positif 1,75% menjadi Rp 2.030 per saham.

Menurut Wafi, emiten-emiten yang banyak mengekspor produknya ke luar negeri biasanya menjadi yang paling diuntungkan dengan kondisi harga CPO yang tinggi. Pasalnya, kenaikan harga CPO biasanya menjadi sinyal bahwa permintaan dari luar negeri sedang naik.

Sebaliknya, jika harga CPO melemah, maka hal itu menandakan permintaan dari luar negeri juga sedang turun. Dalam keadaan harga CPO yang turun, emiten yang banyak menjual produknya ke pasar domestik justru lebih diunggulkan, mengingat permintaan dalam negeri yang stabil.

Dalam risetnya tanggal 15 Desember 2021, Research Associate Sinarmas Sekuritas Axel Leonardo juga melihat, harga CPO yang tinggi akan berlanjut sampai dengan akhir kuartal I-2022. Kemudian, harganya akan mulai turun di awal kuartal II-2022 seiring dengan produksi yang mulai pulih.

Menurut Axel, tingginya harga CPO hingga kuartal I-2022 didorong oleh adanya permintaan kuat dari China. Negeri Tirai Bambu ini perlu menambah stok CPO untuk industri makanan dan minuman menjelang Tahun Baru Imlek di awal Februari 2022.

Sementara itu, dari segi suplai, Axel melihat produksi di Malaysia  saat ini tetap stagnan seiring dengan masalah kekurangan tenaga kerja yang  belum sepenuhnya teratasi. Ditambah lagi, produksi terganggu akibat fenomena cuaca La Nina yang terjadi pada bulan November 2021 sampai Februari 2022.

Adapun untuk sepanjang tahun 2022, Axel memperkirakan harga rata-rata CPO akan lebih rendah dari tahun 2021 yang berada di RM 4.300 per ton. Axel mengestimasi, harga CPO rata-rata di 2022 setidaknya berada di atas RM 3.600 per ton atau merosot 16,3% secara tahunan.

Penurunan harga rata-rata di 2022 ini sejalan dengan produksi yang secara bertahap mulai pulih. Sebagaimana diketahui, pemerintah Malaysia menyetujui 32.000 pekerja asing di ladang panen. "Kami percaya kebijakan pelonggaran ini secara bertahap akan meningkatkan produksi pada kuartal II-2022 dan seterusnya," ucap Axel.

Tak ketinggalan, permintaan CPO juga akan terbantu dengan adanya kebijakan perdagangan yang baik dari pemerintah India. Sebagaimana diketahui, India menurunkan tarif impor dan cess untuk CPO dan produk-produk turunannya menjadi 8,25% dari sebelumnya 24,75%.

Baca Juga: Asing Catat Net Buy Rp 2,57 Triliun Sepekan, Saham-Saham Big Cap Ini Banyak Dikoleksi

Penurunan pajak ini berlaku mulai Oktober 2021 sampai dengan Maret 2022. "Dalam skala global, kebijakan ini kemungkinan akan meningkatkan permintaan dari India karena India memiliki lebih banyak ruang pada anggarannya. Oleh karena itu, kami melihat kebijakan ini positif baik untuk India maupun harga CPO," tutur Axel.

Analis CGS-CIMB Sekuritas Fernaldy Tanoko menambahkan, keseimbangan antara permintaan dan penawaran memungkinkan harga CPO tetap tinggi. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memproyeksi, produksi CPO Indonesia pada tahun 2022 akan tumbuh 3% menjadi 48 juta ton.

Jumlah ini lebih baik dari tahun 2021 yang memperlihatkan penurunan produksi  1% menjadi 46,6 juta ton. Sementara itu, stok CPO pada akhir tahun 2022 diprediksi lebih rendah dari tahun 2021 menjadi 1,98 juta ton dari 3,84 juta ton.

Mengutip pernyataan CEO of Oil World Thomas Mielke, Fernaldy menyebutkan bahwa produksi CPO Malaysia juga diprediksi naik sebesar 1 juta-1,1 juta ton pada tahun 2022. Ini berbanding terbalik dengan produksi tahun 2021 yang diprediksi merosot 5% menjadi 18,2 juta ton.

Dari segi permintaan, produk CPO yang ada akan terserap dengan adanya kenaikan alokasi CPO untuk biodiesel di Indonesia, dari 7,3 juta ton pada 2021 menjadi 8,3 juta ton untuk 2022.  "Uji coba B40 akan dimulai pada 2022, dengan target implementasi pada tahun 2025. Program ini dapat menjaga harga CPO tetap tinggi," ucap Fernaldy.

Sinarmas Sekuritas mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor perkebunan. Hal ini sejalan dengan harga CPO global yang tetap tinggi dan permintaan global yang mulai pulih ke level sebelum pandemi Covid-19.

Axel mempertahankan rekomendasi buy untuk AALI dan LSIP karena valuasi saat ini memperlihatkan potensi upside yang atraktif. Meskipun begitu, LSIP lebih disukai karena merupakan pemain di pasar domestik sehingga tidak terkena pajak ekspor dan lebih stabil di tengah dinamika global.

Wafi juga mengunggulkan AALI dan LSIP. AALI dipilih karena memiliki kapitalisasi pasar paling besar serta porsi ekspor yang besar. Sementara LSIP dipilih karena mempunyai balance sheet paling bersih serta jika laporan keuangan 2021 sesuai prediksi, maka LSIP berpotensi memberikan yield dividen paling tinggi dalam lima tahun terakhir.

REKOMENDASI KECIL

Seiring dengan pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut, permintaan CPO dari India dan China diprediksi akan semakin membaik. AALI akan diuntungkan dalam kondisi ini karena memiliki paparan yang besar atas dua negara tersebut. Sebanyak 54% dari total CPO AALI diekspor ke India dan 75% dari total produk refinery diekspor ke China.

Axel Leonardo, Sinarmas Sekuritas
Buy AALI dengan target harga Rp 13.200

LSIP memiliki jangkauan yang kuat terhadap pasar domestik, menyumbang lebih dari 90% terhadap penjualannya. Seiring dengan pemulihan ekonomi, permintaan CPO untuk segmen makanan diyakini akan terus tumbuh. Terlebih lagi, pemerintah melarang penjualan minyak goreng curah mulai Januari 2022 sehingga hal ini berpotensi meningkatkan penjualan minyak goreng kemasan. Pihak berelasi LSIP, yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) menjual minyak goreng kemasan. Mengingat pemasukan dari SIMP menyumbang lebih dari 70% pendapatan LSIP, berbagai katalis positif di atas diyakini bakal meningkatkan pendapatan LSIP.

Axel Leonardo, Sinarmas Sekuritas
Buy LSIP dengan target harga Rp 1.600

Perkebunan DSNG telah berkembang lebih dari 25% dalam lima tahun terakhir. Rata-rata pohonnya juga masih berada di profil usia muda. Dengan demikian, DSNG memiliki hasil yang unggul dengan proyeksi CAGR produksi CPO sebesar 6% selama 2020-2023. DSNG juga menjadi emiten perkebunan yang paling menerapkan ESG.

Fernaldy Tanoko, CGS-CIMB Sekuritas
Buy DSNG dengan target harga Rp 1.250

Saat ini, TAPG merupakan produsen CPO terbesar kedua yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dari segi kapitalisasi pasar dan ketiga terbesar berdasarkan luas perkebunan.  Profil perkebunan yang muda, silsilah pemegang saham yang kuat, serta komitmen untuk meningkatkan praktik berkelanjutannya membuat TAPG atraktif. Proyeksi CAGR produksi CPO TAPG adalah sebesar 7% selama 2021-2023.

Fernaldy Tanoko, CGS-CIMB Sekuritas
Buy TAPG dengan target harga Rp 1.110

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×