Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kebijakan pembelian energi, termasuk minyak bumi, dari Amerika Serikat (AS) kemungkinan tak berdampak negatif terhadap kinerja emiten energi di Tanah Air.
Asal tahu saja, Indonesia akan membeli minyak dari AS sebagai bagian kesepakatan dagang antara Indonesia-AS usai diturunkannya tarif resiprokal dari 32% menjadi 19% yang berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Komoditas energi yang bakal diimpor dalam waktu dekat ini adalah gas petroleum cair (LPG), minyak mentah (crude oil), dan bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah juga telah menyiapkan proposal untuk mengimpor energi dari AS senilai US$ 10 miliar hingga US$ 15 miliar.
Baca Juga: Pertamina Mulai Impor Minyak Rusia lewat Skema Tender
Terkait hal itu, PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) sepakat bahwa kesepakatan dagang terkait energi antara Indonesia-AS bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kinerja mereka ke depan.
Manager Corporate Communication Elnusa, Jayanty Oktavia Maulina mengatakan, ELSA melihat kesepakatan dagang itu bisa juga sebagai peluang untuk memperkuat peran strategis sektor energi nasional, termasuk di dalamnya layanan jasa energi.
“Dalam konteks tersebut, ELSA melihat pentingnya memperkuat ketahanan energi nasional dengan mendorong optimalisasi potensi sumber daya dalam negeri,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (18/7).
Sebagai perusahaan jasa energi terintegrasi, model bisnis Elnusa berfokus pada penyediaan layanan migas hulu, distribusi dan logistik energi, serta jasa penunjang lainnya, bukan pada komoditas ekspor-impor minyak mentah.
Baca Juga: Negosiasi dengan AS, Indonesia akan Tambah Impor Minyak dan LPG hingga US$ 10 Miliar
Oleh karena itu, eksposur langsung Elnusa terhadap kebijakan pembelian minyak luar negeri relatif terbatas. Sehingga, kesepakatan dagang dengan AS tidak memberikan dampak signifikan secara langsung terhadap revenue stream ELSA.
“Justru, kami melihat hal ini sebagai motivasi untuk memperkuat efisiensi, daya saing, dan kapabilitas layanan dalam mendukung target nasional meningkatkan produksi energi dalam negeri,” katanya.
Jayanti menuturkan, pihaknya meyakini bahwa kunci untuk mengantisipasi risiko eksternal, seperti meningkatnya impor. adalah memperkuat keunggulan operasional dan relevansi layanan di dalam negeri.
“Di tahun 2025, ELSA berfokus untuk meningkatkan kapabilitas jasa hulu seperti seismik, pengeboran, dan well services, serta memperkuat lini bisnis yang dimiliki anak usaha,” paparnya.
Head of Investor Relation ENRG Herwin Hidayat mengatakan, pihaknya memahami bahwa keputusan pemerintah Indonesia untuk membeli energi dari AS, termasuk minyak mentah, merupakan bagian dari upaya diplomasi perdagangan untuk menciptakan hubungan bilateral yang saling menguntungkan.
Baca Juga: Hasil Lawatan ke Rusia, RI Bidik Kerja Sama Sumur Migas dan Impor Minyak-Gas
Saat ini, kebutuhan minyak mentah domestik Indonesia berkisar di atas 1,4 juta barel per hari, sementara produksi dalam negeri masih berada di kisaran 600.000 hingga 650.000 barel per hari. Artinya, lebih dari 50% kebutuhan energi nasional masih harus diimpor.
“Oleh karena itu, pemerintah masih perlu melakukan impor untuk menjamin kecukupan atas kebutuhan energi nasional,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (18/7).
Herwin mengaku, kesepakatan tersebut tidak akan berdampak signifikan secara langsung terhadap kinerja ENRG. Sebab, sebagian besar penjualan minyak dan gas ENRG saat ini masih ditujukan untuk pasar domestik, baik melalui penjualan ke Pertamina, PLN maupun industri di dalam negeri.
“Namun, ENRG menyadari adanya risiko pasar dari meningkatnya pasokan impor energi,” tuturnya.
Herwin mengungkapkan, target produksi ENRG di tahun 2025 diharapkan bisa naik sekitar 10%-15% dari total produksi di 2024. “Namun kami tetap melakukan evaluasi berkala atas dampak pasar global terhadap permintaan domestik,” paparnya.
Analis Maybank Sekuritas Indonesia, Jeffrosenberg Chenlim mengatakan, dengan adanya kesepakatan baru, barang-barang AS akan masuk ke Indonesia bebas bea, sementara Jakarta berkomitmen untuk membeli energi, produk pertanian, dan jet Boeing Amerika untuk mengurangi surplus perdagangannya secara drastis.
Baca Juga: Menteri ESDM Bahlil Sebut Pemerintah Akan Setop Impor Minyak dari Singapura
Jika Indonesia juga melonggarkan hambatan non-tarif seperti lisensi impor dan aturan konten lokal, perusahaan-perusahaan AS dapat meningkatkan investasi, terutama di bidang pengolahan tembaga dan nikel, yang merupakan keunggulan Indonesia.
“Karena sebagian besar ekspor AS ke Indonesia berupa energi, barang setengah jadi, atau barang modal, ancaman langsung terhadap produsen lokal sangat kecil, sehingga membatasi tekanan domestik,” ungkapnya dalam riset tanggal 18 Juli 2025.