kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menilik Prospek Kinerja Emiten BUMN yang Bermasalah dan Rekomendasi Analis


Kamis, 23 Mei 2024 / 22:52 WIB
Menilik Prospek Kinerja Emiten BUMN yang Bermasalah dan Rekomendasi Analis
ILUSTRASI. Sejumlah tamu beraktivitas di dekat logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/7/2020). Menilik Prospek Kinerja Emiten BUMN yang Bermasalah dan Rekomendasi Analis


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten BUMN menghadapi masalah keuangan dan dugaan korupsi yang memperlemah kinerja mereka.

PT Indofarma Tbk (INAF) mengalami masalah keuangan, dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan yang telah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada Senin (20/5).

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) menghadapi dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa fiktif dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus ini dengan mengumpulkan alat bukti dan memanggil saksi.

Baca Juga: Saham TLKM Melorot Kala IHSG Rebound, Ada Laporan Dugaan Korupsi dari Audit Internal

PT Waskita Karya Tbk (WSKT) juga mengalami masalah keuangan dengan rugi sebesar 150,59% menjadi Rp 939,55 miliar pada kuartal I 2024, dibandingkan rugi Rp 396,60 miliar pada kuartal I 2023. WSKT juga gagal mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) untuk Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019.

Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan, menyatakan bahwa kasus Telkom melengkapi daftar panjang BUMN yang bermasalah dengan tata kelola perusahaan yang baik (GCG). 

BUMN sering kali terpengaruh oleh intervensi politik, yang membuka ruang terjadinya praktik korupsi. "Sebaik apapun prospek industrinya, jika manajemennya bermasalah maka kinerjanya akan selalu rendah atau buruk," ujarnya pada Kamis (23/5).

Baca Juga: Saham PGAS Masih Ngegas Meski Diterpa Dugaan Korupsi, Sahamnya Masih Layak Dibeli?

Awalnya, status BUMN dipandang positif oleh pasar karena dukungan kebijakan dan proyek dari pemerintah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, profitabilitas emiten BUMN menurun dan maraknya korupsi menunjukkan bahwa hal-hal strategis tersebut tidak menambah nilai perusahaan. 

"Jika persepsi korupsi semakin kuat di emiten BUMN, pasar akan mengurangi atau menghilangkan porsinya dalam portofolio mereka," tambahnya.

Kasus korupsi sangat sensitif dalam mempengaruhi performa saham, banyak emiten yang terlibat korupsi kini ditinggalkan pasar, ditunjukkan dengan penurunan likuiditas dan harga saham. 

"Pada emiten non-BUMN, perubahan pemegang saham pengendali biasanya menjadi solusi, tetapi hal ini sulit untuk BUMN," ungkapnya.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, mengatakan bahwa meskipun emiten BUMN dimiliki negara, kinerjanya tidak selalu bagus karena banyak faktor seperti penugasan sosial dari negara dan pemilihan manajemen yang kurang profesional. 

Baca Juga: Peluang Swasta dari Merger BUMN Karya

"Ini akan berdampak pada kinerja dan kepercayaan investor terhadap emiten BUMN," ujarnya pada Kamis (23/5).

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, menambahkan bahwa masalah emiten BUMN biasanya terkait dengan mismanajemen. 

"Pengelolaan bisnis emiten BUMN sering kali tidak memperhatikan profitabilitas usaha akibat penunjukkan pengurus yang hanya disesuaikan dengan kepentingan pihak penguasa," jelasnya.

Menurut Alfred, panduan investasi di saham BUMN tidak berbeda jauh dengan saham non-BUMN, dengan fundamental tetap menjadi acuan utama. "Sektor perbankan masih menunjukkan GCG dan fundamental yang baik," ungkapnya.

Baca Juga: Prospek Adhi Karya (ADHI) di Tengah Wacana Penggabungan BUMN Karya

Budi menyarankan investor memilih emiten yang memiliki nilai earning per share (EPS) dan membagi dividen secara konsisten, seperti sektor perbankan. "Kinerja BUMN yang bagus masih terkonsentrasi di sektor keuangan," tambahnya.

Alfred melihat, prospek kinerja emiten BUMN ke depan tidak bisa dilepaskan dari faktor politik. "Penempatan manajemen dan pengawas di BUMN dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian BUMN, serta penugasan yang diberikan oleh pemerintah yang membebani BUMN," paparnya.

Teguh merekomendasikan beli untuk saham perbankan seperti BBRI dan BBNI, serta saham pertambangan seperti PTBA. 

"Kinerja perbankan pasti akan naik mengikuti pertumbuhan ekonomi nasional, sementara emiten pertambangan biasanya hanya menjual hasil komoditas yang harganya bagus di pasar," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×