Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga komoditas logam industri diproyeksi akan beragam tahun ini. Sejumlah faktor dan sentimen masih membayangi sektor komoditas logam.
Dalam market outlook 2024, Kepala Riset RHB Sekuritas Andrey Wijaya menilai, sentimen makroekonomi masih membayangi sektor tambang logam. Lembaga pemeringkat Moody’s telah menurunkan peringkat kredit China dari stabil menjadi negatif, yang mengindikasikan perlambatan pemulihan ekonomi yang lebih lambat.
Namun, kondisi ini dapat diimbangi oleh ekspektasi depresiasi nilai tukar dolar pada akhir tahun 2024, yang secara historis berdampak langsung pada harga komoditas.
Baca Juga: Mengintip Prospek Emiten Tambang Logam Tahun Ini, Mana yang Paling Berkilau?
Salah satu komoditas logam yang nasibnya masih kelabu adalah nikel. Analis Ciptadana Sekuritas Asia Thomas Radityo memperkirakan pasar nikel akan tetap mengalami surplus setidaknya hingga tahun 2025.
Kondisi ini terutama disebabkan oleh melimpahnya produk nikel asal Indonesia dan menjamurnya pabrik peleburan (smelter) nikel Kelas 1 di China.
Hal ini membuat harga nikel London Metal Exchange (LME) terus tertekan. Catatan Thomas, harga nikel LME telah terjun sebesar 45,8% sejak awal tahun alias secara year-to-date (ytd).
Sementara itu, Thomas menilai harga nickel pig iron (NPI) telah mencapai titik terendahnya, yakni di level US$ 10.920 per ton pada bulan Desember 2023.
Namun, Thomas memperkirakan akan adanya pengurangan supply dalam jangka pendek hingga menengah untuk menopang penurunan harga nikel.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Emiten Tambang Logam di Tengah Krisis Properti China
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Thomas melakukan penyesuaian benchmark harga nikel untuk tahun 2024 dan 2025 masing-masing menjadi US$ 18.000 per ton dan US$ 17.000 per ton. Sementara benchmark harga nikel hingga akhir 2023 tetap pada level US$ 23.000 per ton.
Komoditas tembaga juga masih bernasib sama. Menurut Thomas, prospek tembaga terbebani oleh lemahnya sektor properti China. Thomas meramal, penurunan sektor properti di negeri panda tersebut akan terus berlanjut.
Langkah dan insentif yang dilakukan sejauh ini terbukti tidak efektif mendorong sektor properti. Ke depan, permintaan tembaga akan ditopang oleh segmen kendaraan listrik dan energi terbarukan. Segmen ini dinilai mampu mengimbangi pelemahan pertumbuhan di China.
Hanya saja, terdapat potensi kenaikan pasokan tembaga, terutama dari Chile dan Peru, yang dapat memperkeruh kondisi surplus. Dengan demikian, Thomas memperkirakan harga tembaga tahun 2024 dan 2025 akan turun menjadi masing-masing US$ 8.600 per ton dan US$ 8.500 per ton.
Baca Juga: Sektor Properti China Dilanda Krisis, Begini Rekomendasi Saham Emiten Tambang Logam
Sementara itu, harga emas diperkirakan semakin kinclong tahun ini. Menurut Thomas, harga emas sebagai safe haven akan terpoles dengan semakin dekatnya pemilihan presiden AS tahun 2024 dan ketidakpastian politik yang meningkat.
Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga juga turut memoles prospek emas. Dus, dengan menimbang faktor-faktor tersebut, Ciptadana Sekuritas merevisi asumsi harga emas 2024 menjadi US$ 2.000 per oz dari sebelumnya US$ 1.900 per oz.