Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan tiga emiten baru pada perdagangan hari ini, Senin (13/1). Tiga emiten baru tersebut berasal dari tiga sektor yang berbeda.
Pertama, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) yang menjadi perusahaan keenam yang tercatat di BEI pada tahun 2025.
Pada perdagangan perdana, hingga pukul 09.00 WIB, saham anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) itu naik 25% ke posisi harga Rp 5.075 per saham.
Baca Juga: BEI Sebut Ada 2 Emiten Jumbo dalam Antrean IPO Tahun Ini
Emiten properti itu melepas 566.894.500 saham biasa atas nama atau sebesar 10% dari modal ditempatkan dan disetor dengan nilai nominal Rp 20 per saham di harga perdana Rp 4.060 per lembar saham. Dus, CBDK pun meraup dana segar sekitar Rp 2,3 triliun dari aksi initial public offering (IPO) ini.
CBDK juga mencatatkan kelebihan permintaan alias oversubscribed sekitar 344,28 kali, dengan sekitar 168.874 investor yang berpartisipasi dalam penawaran saham ini.
Presiden Direktur CBDK, Steven Kusumo mengatakan, dana dari IPO ini akan dipakai oleh CBDK untuk melakukan penyertaan saham terhadap anak usahanya, PT Industri Pameran Nusantara (IPN).
Saat ini, IPN sedang membangun Nusantara International Convention and Exhibition (NICE) yang merupakan bagian dari MICE untuk melengkapi ekosistem dalam CBD PIK 2.
Baca Juga: Ini Proyek Bangun Kosambi Sukses (CBDK) Setelah Resmi Melantai di BEI
“NICE akan menjadi salah satu ruang pusat konvensi dan pameran terbesar di Indonesia yang dapat menghasilkan pendapatan berulang pertama bagi CBDK,” ujarnya saat IPO CBDK, Senin (13/1).
NICE dibangun di atas luas bidang tanah sekitar 19 hektar (ha) dan dirancang sebagai elemen strategis yang melengkapi ekosistem CBD PIK 2 dengan bertambahnya area pusat konvensi dan pameran sekitar 120.000 meter persegi (m2).
“Proyek ini diharapkan dapat mulai beroperasi secara parsial pada September 2025, sehingga dapat turut meramaikan sektor industri pusat konvensi dan pameran nusantara,” tuturnya.
Kedua, PT Brigit Biofarmaka Teknologi Tbk (OBAT) menjadi perusahaan ke tujuh di tahun 2025 yang resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada Senin (13/1).
Setelah resmi melantai, harga saham OBAT naik 21,14% atau berada di level Rp 424 per saham pada pukul 09.00 WIB.
Baca Juga: Resmi IPO, Brigit Biofarmaka (OBAT) Targetkan Laba Bersih Tumbuh 20% pada 2025
Emiten farmasi ini memasang harga penawaran umum di harga Rp 350 per saham. OBAT menawarkan sebanyak-banyaknya 170.000.000 saham atau 28,33% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Alhasil, perusahaan berpotensi meraup dana segar sebanyak-banyaknya Rp 59,5 miliar.
Saham OBAT juga menarik ribuan investor selama masa penawaran, sehingga mengalami oversubscribe sebanyak 40 kali.
Selain itu, perusahaan juga bakal menerbitkan sebanyak-banyaknya 85.000.000 waran seri I atau sebanyak 19,77% dari total jumlah saham ditempatkan dan disetor. Brigit Biofarmaka menetapkan harga pelaksanaan waran sebesar Rp 350 per lembar.
Waran tersebut dapat dikonversi menjadi saham selama periode 6 bulan, mulai dari 9 Juli 2025 hingga 8 Januari 2026. Total dari hasil pelaksanaan waran seri I mencapai Rp 29,75 miliar.
Seluruh dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum ini setelah dikurangi biaya-biaya emisi efek, seluruhnya akan digunakan oleh perusahaan untuk modal kerja yang antara lain untuk pembelian bahan baku, penambahan produksi, dan pengembangan pemasaran.
Sedangkan dana yang akan diperoleh perusahaan dari pelaksanaan Waran Seri I, akan digunakan seluruhnya untuk modal kerja yang antara lain untuk pembelian bahan baku, penambahan produksi dan pengembangan pemasaran.
Baca Juga: Brigit Biofarmaka (OBAT) Resmi Melantai di Bursa, Harga Sahamnya Naik 21,14%
Ketiga, PT Delta Giri Wacana Tbk (DGWG) yang menjadi perusahaan kedelapan yang tercatat di BEI pada tahun ini.
Pada perdagangan perdana pukul 09.00 WIB, saham DGWG naik 12,17% ke posisi harga Rp 258 per saham.
Perusahaan perdagangan besar pupuk dan produk agrokimia ini menawarkan sebanyak 882,35 juta saham. Jumlah tersebut setara dengan 15% dari modal ditempatkan dan disetor pasca IPO.
Harga penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) senilai Rp 230 setiap sahamnya. Dus, Delta Giri berpotensi memperoleh dana segar sebanyak Rp 202,94 miliar saham lewat hajatan IPO ini.
Sekitar 53,2% dana IPO akan digunakan untuk pemenuhan modal kerja DGWG berupa pembelian bahan baku pembuatan pestisida. Pembelian ini akan melibatkan banyak pihak pemasok dan merupakan pihak ketiga.
Kemudian sisanya sekitar 46,8% akan disetorkan oleh Delta Giri kepada anak usahanya PT Fertilizer Inti Technology dalam bentuk penyertaan modal. Nantinya dana ini bakal dipakai Fertilizer Inti Technology sebagai modal kerja.
Baca Juga: Delta Giri Wacana (DGWG) Targetkan Laba Tumbuh 25% di Tahun 2025
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina mengamati, kenaikan saham ketiga emiten baru hari ini merupakan tren yang biasa terjadi saat IPO.
“Meskipun begitu, untuk perjalanan selanjutnya harus dicek lagi, apakah kinerja dan harganya bisa lanjut bagus setelah IPO,” ujarnya saat ditemui Kontan, Senin (13/1).
Jika dilihat secara sektoral, sektor farmasi sebenarnya cukup prospektif ke depan, karena produk yang dijual sifatnya defensif dengan sejumlah risiko, termasuk dari ancaman pandemi.
Namun, OBAT yang berasal dari sektor farmasi dan DGWG sebagai produsen pupuk menghadapi tantangan fluktuasi kurs rupiah yang masih lemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebab, bahan untuk produksi yang digunakan masih harus diimpor.
Baca Juga: Delta Giri Wacana (DGWG) Resmi Melantai di BEI Hari Ini (13/1), Sahamnya Naik 12,17%
Sementara, CBDK masih menghadapi tantangan di era suku bunga tinggi yang membuat permintaan calon konsumen bisa lemah.
Terlepas dari sentimen sektoral, CBDK menjadi primadona di mata investor yang tercermin dari kelebihan permintaan sampai 344,28 kali. Menurut Martha, hal itu disebabkan valuasi harga saham CBDK yang lebih murah dibandingkan dengan harga saham induk usahanya, PANI.
Melansir RTI, price to earning ratio (PER) CBDK sebesar 34,99 kali. Sementara, PER PANI sebesar 432,63 kali.
Di sisi lain, bank tanah alias land bank yang dimiliki CBDK juga berada di kawasan premium yang menyasar pasar menengah ke atas. Hal itu juga menjadi nilai tambah dibandingkan dengan emiten properti lain yang kebanyakan memiliki aset di wilayah yang terpencar.
Melansir prospektus perusahaan, pendapatan prapenjualan alias marketing sales CBDK per semester I 2024 untuk segmen kavling tanah komersial sebesar Rp 747,3 miliar, segmen produk komersial Rp 242,07 miliar, dan penjualan rumah tapak atau residensial Rp 184,92 miliar.
Baca Juga: Ini Proyek Bangun Kosambi Sukses (CBDK) Setelah Resmi Melantai di BEI
Dengan fokus bisnis properti area komersial, Martha melihat, CBDK berpotensi mencatatkan pendapatan berulang alias recurring income yang baik.
“Kinerja CBDK juga akan menjadi sentimen positif bagi kinerja keuangan dan saham PANI ke depannya,” ungkapnya.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melihat, ketiga emiten yang baru debut di lantai Bursa itu memiliki prospek yang berbeda tergantung dari sektor masing-masing.
OBAT, yang berasal dari sektor farmasi, memiliki prospek cerah karena tren peningkatan kesadaran kesehatan dan permintaan yang cenderung stabil.
“Sementara, CBDK berpotensi tumbuh dengan pengembangan kawasan yang cukup strategis, meskipun risiko perlambatan sektor properti akibat kenaikan PPN dan suku bunga juga perlu diperhatikan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (13/1).
Dari ketiga saham yang hari ini baru melantai, Mifta menjagokan CBDK dan OBAT.
Baca Juga: Menengok IPO OBAT, Pemain Maklon Milik Politisi Golkar, Dahlan Iskan Jadi Petinggi
“Meskipun begitu, disarankan untuk wait and see saham-saham yang baru IPO, karena volatilitas masih sangat tinggi sampai beberapa pekan setelahnya,” ungkapnya.
Founder Stocknow.id, Hendra Wardana melihat, ketiga emiten baru di BEI menunjukkan prospek kinerja yang menarik.
CBDK, yang bergerak di sektor properti dan pariwisata dengan fokus pada pembangunan kawasan MICE, memiliki potensi besar untuk berkembang. Terutama, dengan adanya pemulihan sektor ini pasca-pandemi.
Proyek-proyek besar yang sedang dijalankan kemungkinan dapat menarik minat investor yang percaya pada pertumbuhan sektor properti.
Namun, valuasi CBDK tergolong mahal dengan PER Trailing Twelve Months (TTM) antara 22,5x hingga 30,5x dan PBV Annualized antara 7,4x hingga 10,0x.
“Ini menunjukkan bahwa CBDK sudah diperdagangkan dengan harga premium, sehingga risiko koreksi harga perlu diwaspadai,” ujarnya kepada Kontan, Senin (13/1).
DGWG, yang beroperasi di sektor industri dasar dengan fokus pada produk pestisida, memiliki valuasi yang lebih rendah. Dengan PER TTM 15,9x dan PBV Annualized 0,8x, DGWG lebih menarik dari segi harga.
Menurut Hendra, sektor agrikultur yang stabil dan permintaan yang terus meningkat untuk produk pestisida memberikan prospek yang solid bagi DGWG.
Selanjutnya: Kementerian PU - ADB Jajaki Kerja Sama Pembiayaan Infrastruktur Ketahanan Pangan
Menarik Dibaca: Daerah Ini Hujan Seharian, Simak Proyeksi Cuaca Besok (14/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News