kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   3.000   0,20%
  • USD/IDR 16.070   -65,00   -0,41%
  • IDX 7.158   -100,90   -1,39%
  • KOMPAS100 1.073   -23,02   -2,10%
  • LQ45 842   -19,41   -2,25%
  • ISSI 218   -3,19   -1,44%
  • IDX30 430   -10,60   -2,41%
  • IDXHIDIV20 518   -12,61   -2,38%
  • IDX80 122   -2,72   -2,18%
  • IDXV30 127   -3,54   -2,71%
  • IDXQ30 143   -3,34   -2,28%

Menilik Kinerja Konstituen BUMN20 Jelang Akhir Tahun 2024


Selasa, 17 Desember 2024 / 18:59 WIB
Menilik Kinerja Konstituen BUMN20 Jelang Akhir Tahun 2024
ILUSTRASI. Kinerja IDX BUMN20 masih terkoreksi 14,66% sejak awal tahun alias year to date (YTD), menurut data BEI.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja Indeks BUMN20 tercatat masih merah menjelang tutup tahun 2024. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menyetorkan dividen sebesar Rp 86,4 triliun ke kas negara hingga akhir November 2024. Setoran dividen BUMN ke kas negara mencapai Rp 86,4 triliun atau sekitar 100,6% dari target APBN 2024. 

Jumlah tersebut naik 5,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023. Pertumbuhannya didorong oleh setoran dividen BUMN perbankan atas peningkatan kinerja keuangan mereka.

Melansir data di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja IDX BUMN20 masih terkoreksi 14,66% sejak awal tahun alias year to date (YTD).

Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Fath Aliansyah melihat, saat ini pergerakan pasar lebih cenderung dipengaruhi dari pergerakan global. Hal ini menyebabkan potensi aliran masuk dana asing ke pasar saham domestik cenderung terbatas. Aliran keluar dana asing yang terlihat dalam beberapa waktu terakhir pun banyak terjadi di saham-saham perbankan.

Baca Juga: Menjelang Akhir Tahun, Dua Bank Ini Bakal Membagikan Dividen Interim

Melansir RTI, dalam sebulan terakhir saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sudah dilego asing sebesar Rp 7,2 triliun. Sahamnya juga sudah turun 27,51% YTD.

Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dijual asing Rp 1,1 triliun dalam sebulan terakhir. Harga sahamnya juga turun 1,65% YTD. Lalu, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dilepas asing Rp 717,5 miliar dalam sebulan terakhir dan sahamnya terkoreksi 16,84% YTD.

Sementara, dari sektor telekomunikasi, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dilego asing Rp 266,4 miliar dalam sebulan terakhir dan sahamnya terjun 33,67% YTD.

“Alhasil, performa yang kurang baik dari indeks BUMN20 ini banyak dipengaruhi dari aliran dana asing yang terjadi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/12). 

Baca Juga: Investor Asing Getol Lepas Saham Big Cap Perbankan, Simak Rekomendasi Analis

Ada baiknya investor melihat pergerakan harga saham per emiten dari sisi momentum teknikal. Fath melihat, area yang akan menjadi krusial dan bisa dijadikan area untuk pembalikan arah untuk BMRI ada di rentang Rp 5.525-Rp 5.625 per saham, untuk BBRI ada di level Rp 4.090 per saham, dan BRIS Rp 2.660 per saham.

“Level tersebut apabila terjaga, seharusnya bisa dijadikan momentum pembalikan arah, terutama saham-saham perbankan,” ungkapnya.

Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, penurunan kinerja indeks IDX BUMN20 mencerminkan tantangan besar yang dihadapi saham para emiten pelat merah di tengah kombinasi sentimen global dan domestik.

Salah satu penyebab utama penurunan kinerja IDX BUMN20 adalah aksi jual signifikan oleh investor asing, terutama pada saham-saham perbankan, seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). 

“Padahal, Bank Himbara selama ini dinilai menjadi tulang punggung indeks BUMN20,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/12). 

Baca Juga: Indofarma Jual Separuh Aset, Hasilnya Untuk Rightsizing Karyawan, Akan Ada PHK?

Ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga The Fed yang masih tinggi telah memicu aksi risk-off dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Selain itu, tekanan pada sektor energi akibat penurunan harga komoditas, seperti batubara dan minyak bumi, turut membebani kinerja saham-saham BUMN di sektor ini, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Perusahaan Gas Negara (PGAS), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). 

Di sisi lain, emiten BUMN dari sektor konstruksi, seperti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT PP Tbk (PTPP), menghadapi tantangan likuiditas dan utang yang tinggi. 

Menurut Hendra, investor cenderung bersikap wait and see terkait kebijakan pemerintah baru di tahun 2024-2025 yang mungkin memengaruhi arah bisnis BUMN. 

“Meski demikian, sektor telekomunikasi seperti, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dan sektor perbankan tetap memberikan penopang ke kinerja IDX BUMN20, meskipun kontribusinya masih terbatas,” ungkapnya.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Emiten Konstruksi yang Bakal Terdampak PPN 12%

Ke depan, prospek kinerja emiten konstituen IDX BUMN20 pada sisa 2024 hingga 2025 sangat bergantung pada beberapa faktor kunci. 

Sektor perbankan BUMN memiliki peluang memimpin pemulihan, terutama jika suku bunga mulai menurun dan arus dana asing kembali masuk. Alasannya, kinerja emiten perbankan bisa didorong oleh valuasi saham yang murah dan fundamental yang kuat. 

“Emiten seperti BMRI dan BBRI, menunjukkan pertumbuhan laba yang konsisten serta aset berkualitas tinggi, sehingga menjadikannya menarik bagi investor,” paparnya.

Sektor energi, seperti ANTM dan PGAS memiliki potensi rebound jika harga komoditas global stabil dan kebijakan hilirisasi mineral terus berlanjut. 

Baca Juga: Ada Peluang Emiten Telekomunikasi Pulihkan Kinerja, Cek Rekomendasi Analis

Namun, sektor konstruksi masih menghadapi tantangan berat, terutama terkait tingginya beban utang dan tekanan likuiditas, sehingga akan memberatkan kinerja indeks. 

Di sisi lain, setoran dividen BUMN yang mencapai Rp 86,4 triliun per November 2024 bisa menjadi sentimen positif karena menunjukkan kontribusi besar ke negara.

“Namun, investor juga membutuhkan strategi ekspansi yang lebih berkelanjutan untuk mendukung optimisme terhadap saham-saham BUMN,” tuturnya.

Momentum window dressing di akhir tahun 2024 dan potensi masuknya kembali aliran dana asing memberikan peluang bagi kinerja indeks BUMN20 untuk membaik. 

Baca Juga: Harga Nikel Dunia Diprediksi Sulit Menanjak di 2025, Sejumlah Emiten Siapkan Strategi

Saham perbankan, seperti BMRI, BBNI, dan BBRI, kemungkinan besar akan menjadi pilihan utama investor asing, karena valuasi yang menarik pasca aksi jual besar-besaran sebelumnya. 

“Saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) berpotensi menjadi incaran investor juga, karena kinerja solidnya serta prospek pertumbuhan bank syariah yang terus meningkat,” paparnya.

Selain itu, sektor energi, seperti ANTM dan PGAS juga berpeluang menguat, didukung oleh prospek stabilisasi harga komoditas dan peningkatan permintaan gas. Namun, sektor konstruksi seperti WIKA dan PTPP masih cenderung tertekan dan kemungkinan tetap dilego asing.

“Saham dengan fundamental kuat, valuasi murah, dan eksposur pada sektor yang diuntungkan oleh kebijakan ekonomi global akan menjadi motor utama pemulihan indeks,” tuturnya.

Baca Juga: Kepemilikan BI di SBN Dominan, OECD Soroti Sejumlah Persoalan, Termasuk Independensi

Tantangan lain yang tidak bisa diabaikan adalah nilai tukar rupiah yang telah melemah ke level Rp 16.000 per dolar AS. Depresiasi rupiah memberikan tekanan tambahan pada emiten yang memiliki beban utang valas besar, terutama di sektor konstruksi dan energi. 

Selain itu, rencana kenaikan PPN menjadi 12% juga dapat menekan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya memengaruhi kinerja sektor konsumsi. 

“Meskipun Bank Indonesia (BI) diperkirakan mempertahankan suku bunga acuannya, tekanan pada stabilitas makroekonomi tetap menjadi perhatian utama investor,” ungkapnya.

Hendra memberikan rekomendasi buy on weakness untuk ANTM, PGAS, dan BRIS. 

Untuk ANTM, investor bisa beli di level Rp 1.440 per saham, dengan target harga Rp 1.630 per saham. 

“Ini mengingat sentimen positif dari hilirisasi mineral dan prospek pemulihan harga nikel bisa mendorong kinerja ANTM,” katanya.

PGAS dapat dibeli di level Rp 1.525 per saham, dengan target Rp 1.665 per saham, didukung oleh stabilisasi harga gas global dan prospek pertumbuhan konsumsi gas domestik. 

Sementara itu, BRIS menarik untuk dikoleksi di level Rp 2.690 per saham, dengan target Rp 3.030 per saham.

Baca Juga: Emiten Ramai-Ramai Divestasi Anak Usaha Agar Laba Semakin Perkasa

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus melihat, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun IDX BUMN20 mendapatkan sentimen yang sama. 

“Sejumlah emiten berkapitalisasi pasar besar tengah mengalami penekanan harga, sehingga menekan kinerja BUMN20 dan IHSG secara keseluruhan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/12).

Nico melihat, kinerja emiten tersebut dipengaruhi oleh empat sentimen utama. Yaitu, stimulus ekonomi di China, kemenangan Donald Trump pada Pilpres AS, kebijakan ekonomi domestik seperti kenaikan PPN 12% di tahun 2025, serta situasi dan kondisi akhir-akhir ini yang menurunkan kepercayaan pelaku pasar dan investor.

“Pengumuman kenaikan PPN ke 12% di awal tahun nanti juga memberatkan potensi terjadinya windows dressing,” tuturnya.

Alhasil, kinerja IDX BUMN20 akan cukup sulit untuk membaik di akhir tahun 2024. Apalagi, di pekan depan sudah banyak tanggal merah yang akan membuat pelaku pasar dan investor akan menahan transaksi mereka. 

Selanjutnya: Cegah Macet Libur Nataru, Lalu Lintas Jalur Puncak Bogor Bakal Direkayasa

Menarik Dibaca: Yogyakarta Hujan Ringan Mulai Sore, Pantau Prakiraan Cuaca Besok di DIY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×