Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Raksasa properti China Evergrande Group diperintahkan Pengadilan Hong Kong untuk melakukan likuidasi aset seusai gagal melakukan restrukturisasi utang.
Akibat masalah perdagangan saham China Evergrande, China Evergrande New Energy Vihicle Group dan Evergrande Property Services dihentikan.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda melihat, krisis Evergrande dapat memberikan pengaruh terhadap Indonesia. Sebab, China merupakan konsumer terbesar komoditas Indonesia, sehingga dapat berpengaruh ke pelemahan ke harga komoditas di Tanah Air.
Selain itu di sektor perbankan, lini bisnis subsider yang bersinggungan langsung kepada Evergrande juga terkena dampak.
Baca Juga: Buntut Kasus Evergrande Diyakini Tidak Akan Merembet ke Indonesia
Namun, risikonya sangat kecil, melihat eksposur Evergrande ke sektor perbankan Tanah Air hanya sebanyak 0,2%-0,3% secara total. Krisis Evergrande pun tidak akan terlalu mempengaruhi minat emiten perbankan untuk mengucurkan kredit properti di Indonesia.
“Di sisi lain, emiten yang lebih terdampak juga bukanlah properti, melainkan emiten industri logam dan pertambangan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (30/1).
Dari data yang ada, produsen baja terbesar dunia merosot sebesar 15% dalam setahun dan 11% dalam sebulan ke level terendah dalam enam tahun sebesar 67,44 juta ton.
Hal tersebut konsisten dengan menurunnya margin bagi produsen baja, karena hambatan makroekonomi dan buruknya permintaan konsumen terhadap konstruksi padat baja yang menghambat prospek komoditas tersebut di tahun mendatang.
Baca Juga: Bursa Asia Mayoritas Menguat, Bursa Hongkong Anjlok Terseret Evergrande
“Penurunan permintaan baja terlihat dari stok besi baja di Shanghai Futures Exchange (SHFE) yang melonjak lima kali lipat tahun ini menjadi 109.112 ton. Dengan kesimpulan permintaan baja dapat terus menurun,” paparnya.
Menurut Vicky, guncangan sementara terhadap pertumbuhan investasi real estate di China akan berdampak luas di seluruh dunia.
“Dampaknya terhadap perekonomian G20 yang akan berlangsung pada tahun 2024,” tuturnya.
Prospek kinerja emiten properti juga terombang-ambing di tengah krisis Evergrande, pelemahan rupiah, hingga era suku bunga tinggi yang masih belum pasti.
Baca Juga: Evergrande Harus Likuidasi, Kreditur Cemas Duit Tak Kembali
Jika perekonomian di Indonesia tetap kuat, maka krisis tersebut tidak berdampak terlalu besar terhadap emiten properti, karena permintaan domestik yang masih tetap tinggi.
“Selain itu, adanya kebijakan pemerintah dapat mendorong prospek kinerja emiten properti untuk bertahan di tengah krisis,” paparnya.
Vicky merekomendasikan beli untuk BSDE dengan target harga Rp 1.125 per saham. Lalu, CTRA dan HRUM direkomendasikan buy on weakness dengan masing-masing target harga Rp 1.330 per saham dan Rp 1.430 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News