kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -8.000   -0,52%
  • USD/IDR 15.791   -57,00   -0,36%
  • IDX 7.505   -68,76   -0,91%
  • KOMPAS100 1.157   -12,64   -1,08%
  • LQ45 913   -8,80   -0,96%
  • ISSI 228   -2,59   -1,12%
  • IDX30 469   -4,51   -0,95%
  • IDXHIDIV20 564   -3,86   -0,68%
  • IDX80 132   -1,34   -1,01%
  • IDXV30 139   -1,60   -1,13%
  • IDXQ30 156   -1,23   -0,78%

Ini Rekomendasi Saham untuk Emiten yang Punya Utang Dolar AS


Senin, 31 Juli 2023 / 06:00 WIB
Ini Rekomendasi Saham untuk Emiten yang Punya Utang Dolar AS
ILUSTRASI. Sejumlah perusahaan memiliki utang dalam dolar AS


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kebijakan sejumlah bank sentral membawa era suku bunga tinggi secara global. Dari Amerika Serikat (AS), The Fed kembali mendongkrak suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) ke level 5,25% - 5,50% pada Rabu (26/7). 

Sehari berselang, giliran European Central Bank (ECB) mengerek naik suku bunga acuan Eropa sebanyak 25 bps menjadi 3,75%. Pasar masih melihat kemungkinan The Fed maupun ECB kembali mengungkit suku bunga acuan, demi mengejar target penurunan inflasi. 

Pelaku pasar pun dinilai perlu menakar dampak suku bunga tinggi bagi kinerja emiten yang punya utang dalam mata uang asing. CEO Pinnacle Investment Indonesia Guntur Putra mengingatkan, kenaikan suku bunga global biasanya berdampak pada naiknya biaya bunga (interest rate) yang harus dibayarkan emiten atas utang-utang yang berdenominasi mata uang asing.

Baca Juga: Simak Sentimen yang Menyeret Pergerakan Rupiah di Pekan Ini

Akibatnya, beban bunga bisa meningkat dan berpotensi mengurangi profitabilitas perusahaan. "Banyak faktor yang memengaruhi, tetapi kenaikan suku bunga acuan global dapat berdampak pada obligasi atau global bond yang diterbitkan oleh emiten," tutur Guntur kepada Kontan.co.id, Minggu (30/7).

Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengamati sejumlah emiten yang memiliki utang obligasi dalam dolar AS (USD). Setelah dikonversi ke rupiah, nilainya terbilang jumbo, seperti PT Indofood CBP Suskes Makmur Tbk (ICBP) yang punya utang obligasi setara Rp 41,1 triliun per laporan 31 Maret 2023.

 

Pada periode yang sama, tiga emiten properti punya utang obligasi USD setara lebih dari Rp 3 triliun. Yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) setara Rp 6,4 triliun, PT Modernland Realty Tbk (MDLN) senilai Rp 5,4 triliun dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) setara Rp 3,7 triliun.

Selain itu, ada emiten ban PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) yang punya utang obligasi setara Rp 2,6 triliun. Berdasarkan laporan per kuartal II-2023, posisi utang obligasi USD dari LPKR dan MDLN belum banyak berubah, masing-masing setara Rp 6,41 triliun dan Rp 5,51 triliun.

Baca Juga: Rupiah Melemah, Begini Prospek Kinerja Emiten yang Punya Utang Dolar AS

Meski dengan fixed coupon, emiten yang menerbitkan global bond dengan pembayaran bunga dalam denominasi USD akan terpapar risiko kurs. "Jika dalam pencatatannya menggunakan rupiah ketika pembayaran bunga dan kondisi rupiah sedang melemah, maka emiten itu membayar kupon yang lebih besar dibandingkan rupiah sedang menguat," terang Nico.

CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menambahkan, secara tidak langsung biaya bunga yang tinggi dalam valuta asing akan membuat pencatatan dalam rupiah menurun dan memangkas margin. Sehingga laba bersih akan tampak merosot dibandingkan periode sebelumnya.


Survei KG Media


TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×